Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berharap ekspor sawit ke Uni Eropa akan kembali lancar usai kemenangan Indonesia di Organisasi Dagang Dunia atau World Trade Organization/WTO yang membuktikan bahwa Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap sawit Tanah Air.
Kemenangan tersebut kembali memuluskan ekspor produk minyak sawit dan biodiesel Indonesia ke Eropa.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah masih menunggu Uni Eropa membuka keran perdagangannya terhadap produk kelapa sawit Indonesia.
"[Untuk memperlancar ekspor sawit ke Uni Eropa] dia harus membuka," ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (17/1/2025).
Adapun Uni Eropa memiliki waktu sampai dengan 60 hari—apabila tidak keberatan atas keputusan Panel WTO—untuk membuka keran perdagangannya dengan Indonesia.
Pada dasarnya, keputusan panel WTO tersebut baru dapat diadopsi setelah dalam kurun waktu 20—60 hari tidak ada keberatan dari para pihak yang besengketa dalam hal ini UE.
Baca Juga
Apabila sepanjang periode tersebut tak ada banding, peluang produk sawit dan biodiesel Indonesia ke UE semakin terbuka lebar.
Airlangga bahkan menuturkan akan mengadukan Eropa kepada presiden terpilih AS Donald Trump yang akan resmi menjabat pada 20 Januari 2025, jika Benua Biru tersebut tidak membuka jalur perdagangannya dengan RI.
"Kalau tidak membuka ya... Kita kasih tahu Pak Trump," ungkapnya yang diakhiri dengan senyuman sambil tertawa.
Lebih lanjut, Airlangga menuturkan memang tidak menutup kemungkinan Uni Eropa mengajukan banding terhadap keputusan WTO. Meski demikian, pada intinya WTO telah memutuskan bahwa benar adanya Uni Eropa mendiskriminasi produk sawit Indonesia.
"Potensi [banding] tetap ada, tetapi ini sudah membuktikan bahwa Indonesia punya kekuatan dan mereka melakukan diskriminasi. Ini kan sudah keputusan, kalau banding, kan, panjang lagi ceritanya," ujar Airlangga.
Untuk diketahui, pada 10 Januari 2025 WTO mensirkulasikan keputsan Panel bahwa Indonesia memenangkan sengketa dagang akan diskriminasi Uni Eropa terhadap kelapa sawit RI di di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Dunia atau Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO.
Panel WTO menyatakan, Uni Eropa melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang kurang menguntungkan terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa yang berasal dari Uni Eropa seperti rapeseed dan bunga matahari.
Uni Eropa juga membedakan perlakuan dan memberikan keuntungan lebih kepada produk sejenis yang diimpor dari negara lain seperti kedelai.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan pemerintah menyambut baik Putusan Panel WTO pada 10 Januari 2025 lalu pada sengketa dagang terkait kelapa sawit yang telah diperjuangkan sejak 2019.
"Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang dalam memberlakukan kebijakan yang diskriminatif," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (17/1/2025).
Budi berharap negara mitra dagang lainnya tidak memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat arus perdagangan global, utamanya sawit.