Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai masih terdapat jalan tengah dalam mengatur penyimpanan DHE SDA, namun bukan menahannya sebanyak 100% dan selama satu tahun.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah melihat ada jalan lain ketimbang melakukan retensi terhadap Devisa Hasiil Ekspor (DHE) milik pengusaha dalam jangka waktu yang lama, yang justru hanya menambah beban pengusaha.
“Akan lebih baik, kalau seandainya pemerintah mewajibkan semua eksportir atau sebagian dari eksportir, untuk merepatiasi atau menukar dolar mereka ke rupiah,” ujarnya, dikutip pada Minggu (26/1/2025).
Menurutnya pemerintah dapat memilah jenis-jenis ekspor yang diwajibkan repatriasi, sebagaimana rencana tahan DHE 100% selama setahun yang dikecualikan untuk sektor minyak dan gas (migas).
Melalui penukaran mata uang tersebut—sehingga dana tidak mengendap di bank—menurut Piter lebih bijak dalam mendorong peningkatan cadangan devisa yang pada akhirnya membantu stabilitas nilai tukar rupiah.
Piter berpandangan pun selama ini kebijakan DHE SDA tidak efektif menambah cadangan devisa. Adanya kenaikan cadev yang mencapai level tertinggi sepanjang masa yakni ke angka US$155,7 miliar, lebih dikarenakan semakin tingginya utang yang pemerintah tarik.
Baca Juga
Dirinya menyadari memang langkah tersebut membuat Bank Indonesia (BI) khawatir akan membuat global memandang Indonesia yang terkesan keluar dari rezim devisa bebas
Sebagaimana diketahui, Indonesia sempat berkiblat terhadap rezim devisa bebas alias tidak mewajibkan DHE untuk menetap di Tanah Air. Akibatnya, dolar kabur ke negara tetangga sementara rupiah anjlok.
“Dan itu dikhawatirkan memunculkan persepsi negatif terhadap ekonomi kita, terhadap investor. Tapi itu menurut saya terlalu berlebihan. Negara lain seperti Thailand sudah melakukan itu sudah lama, nggak masalah,” ujarnya
Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet mennyampaikan adanya perbedaan arus kas masing-masing sektor sumber daya alam (SDA) ini memang masih menjadi tantangan dalam kebijakan DHE.
Yusuf memandant bahwa pemerintah bersam apelaku usaha perlu mencari solusi, salah satunya melalui semacam penghitungan atau indeks yang mengukur, apakah dampak dari kebijakan baru ini lebih condong berdampak positif atau negatif ke satu atau dua lapangan usaha tertentu.
Angka indeks ataupun angka tertentu yang dikeluarkan nantinya harus disepakati oleh pemerintah dan juga pelaku usaha sehingga ketika dihitung, angka-angka tersebut memang merepresentasikan kondisi yang dihadapi oleh sektor usaha yang menggantungkan produksinya dari arus kas yang menggunakan dolar, bukan rupiah.
“Misal ada semacam indeks di mana semakin tinggi, maka bisa dikatakan eksposurnya semakin besar dan berdampak tidak begitu baik sehingga pemerintah harus melihat apakah perlu melakukan penyesuaian kebijakan terhadap sektor atau lapangan usaha tertentu,” tuturnya.
Pasalnya, volatilitas nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini berpeluang membuat arus kas dari perusahaan eksportir juga akan terkena dampak.
Sejauh ini, pemerintah masih dalam proses penyempurnaan kebijakan DHE SDA. Rencana awal, Presiden Prabowo Subianto meminta untuk ditahan 100% selama 1 tahun.
Meski demikian, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menuturkan bahwa Presiden Prabowo Subianto bakal mengumumkan aturan baru soal Devisa Hasil Ekspor (DHE) selepas kepulangannya dari India dan Malaysia.
Dia mengatakan bahwa saat ini pemerintah masih mematangkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) itu.
“Sebentar lagi, baru dimatangkan [aturan DHE]. Mungkin sekembalinya beliau dari lawatan dari luar,” katanya kepada wartawan di Pangkalan Halim Perdanakusuma, Kamis (23/1/2025).