Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) terus mengalami tren peningkatan sebesar 123,68 pada Januari 2025. Nilainya naik 0,73% dibandingkan Desember 2024 yang hanya di angka 122,78.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan kenaikan NTP terjadi lantaran indeks harga yang diterima petani (It) naik 0,82%. Angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayarkan oleh petani (Ib) yang sebesar 0,09%.
“Komoditas yang dominan mempengaruhi indeks harga yang diterima petani nasional adalah cabai rawit, cabai merah, kakao atau cokelat biji, dan gabah,” kata Amalia dalam Rilis BRS, Senin (3/2/2025).
Jika dilihat secara rinci, BPS mencatat It mengalami kenaikan sebesar 0,82% menjadi 150,72. Sementara itu, Ib juga terpantau merangkak naik 0,09% menjadi 121,87.
Data BPS menunjukkan komoditas penyumbang kenaikan Ib adalah cabai rawit, cabai merah, minyak goreng, dan sigaret kretek mesin (SKM).
Adapun, secara bulanan (month-to-month/mtm), subsektor yang mengalami peningkatan NTP adalah tanaman pangan (NTPP), hortikultura (NTPH), dan perikanan (NTNP). Masing-masing naik sebesar 0,14%, 9,12%, dan 0,23%.
Baca Juga
“Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani pada subsektor ini adalah cabai rawit, cabai merah, wortel, dan kentang,” ujarnya.
Secara keseluruhan, BPS mencatat sebanyak 30 provinisi mengalami kenaikan NTP, dengan kenaikan tertinggi terjadi di provinsi Kepulauan Babel sebesar 3,64%.
Di sisi lain, sebanyak 7 provinsi mengalami penurunan NTP. Di mana, penurunan terdalam terjadi di Sulawesi Barat, yakni mencapai -2,54%.
Sementara itu, BPS mencatat nilai tukar nelayan (NTN) juga mengalami peningkatan sebesar 0,51%. Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani pada subsektor ini adalah ikan layang, ikan kembung, teri, dan ikan selar.
Seiring dengan peningkatan itu, sebanyak 26 provinsi mengalami kenaikan NTN. Tercatat, Kepulauan Babel menjadi wilayah dengan kenaikan NTN tertinggi mencapai 3,09%. Sedangkan 11 provinsi mengalami penurunan NTP dan penurunan terdalam terjadi di Maluku Utara sebesar -2,74%.