Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wejangan Bank Dunia soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Bank Dunia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesi perlu mencapai minimal 6% agar tergolong sebagai negara berpendapatan tinggi.
Selasa, 11 Februari 2025 | 10:30
Suasana gedung bertingkat dan perkantoran di Jakarta, Minggu (30/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Suasana gedung bertingkat dan perkantoran di Jakarta, Minggu (30/6/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia (World Bank) menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat sebesar 5,03% (ctc) pada 2024 mencerminkan pertumbuhan yang stabil dan berada di atas rata-rata pertumbuhan dunia yang hanya 2,7%.

World Bank Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk mengatakan pertumbuhan ekonomi RI sepanjang 2024 ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Namun, ia mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi masih lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.

"Tetapi kita harus ingat bahwa pertumbuhan ekonomi [Indonesia] masih di bawah laju rata-rata dalam satu dekade sebelum Covid-19," kata Carolyn saat menyampaikan sambutan dalam acara The Business Environment in Indonesia: Exploring the World Bank's Business Ready Report seperti dikutip dari Antara, Senin (10/2/2025).

Selain itu, Carolyn mengatakan dibutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 6% agar Indonesia tergolong sebagai negara berpendapatan tinggi.

Seperti diketahui, pemerintah menggaungkan Indonesia Emas 2045 untuk periode tahun ini, sementara itu pemerintahan Prabowo-Gibran menjanjikan pertumbuhan 8% untuk mengejar target itu.

Guna mencapai target tersebut, ia memandang perlunya reformasi kerangka regulasi serta birokrasi yang lebih efektif di Indonesia. Selain itu, meningkatkan produktivitas sektor swasta dan memperkuat daya saing bisnis akan menjadi kunci dalam pencapaian target tersebut.

"Masih terdapat ruang perbaikan dalam penyediaan layanan publik untuk mendukung kepatuhan terhadap regulasi bisnis," katanya.

Dalam laporan Business Ready (B-Ready), Bank Dunia menyoroti pentingnya reformasi regulasi untuk meningkatkan daya saing sektor swasta.

Laporan tersebut mencatat bahwa di antara 50 negara yang dievaluasi, sebagian besar memiliki regulasi bisnis yang cukup baik, dengan skor rata-rata 65,5 dari 100. Namun, pelayanan publik yang mendukung kepatuhan bisnis masih menjadi tantangan, dengan skor global mendekati 50%.

Laporan ini selaras dengan studi Bank Dunia sebelumnya, "Unleashing Indonesia’s Business Potential," yang dirilis pada Juni 2024.

Studi tersebut menyoroti perlunya reformasi peraturan guna menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kompetitif, terutama dalam sektor manufaktur dan jasa.

Carolyn menilai bahwa di tengah ketidakpastian global—termasuk meningkatnya utang negara berkembang, perlambatan investasi, serta tantangan perubahan iklim—peran sektor swasta menjadi semakin vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Dengan perekonomian yang tetap tumbuh stabil di tengah tantangan global, Indonesia memiliki peluang besar untuk terus memperkuat fundamental ekonominya melalui kebijakan yang mendorong investasi dan inovasi bisnis.

"Hal ini juga menyoroti sejumlah reformasi regulasi yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kompetitif, dan kami percaya bahwa lingkungan ini penting untuk meningkatkan produktivitas di bidang manufaktur dan jasa," ucapnya.

Efek Tarif Trump

Sementara itu, ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan terdampak dinamika ekonomi global saat ini dari kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada sejumlah negara.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengatakan Indonesia yang bersifat small-open economy lebih mengandalkan konsumsi domestik dalam ekonominya. 

“Indonesia memiliki dampak yang relatif terbatas sekitar 55% dari PDB disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga,” ujarnya dalam Permata Bank 2025 Economic Outlook, Senin (10/2/2025). 

Meski demikian, kebijakan Trump sedikit banyak akan tetap berdampak negatif. Hal ini karena Amerika Serikat merupakan tujuan ekspor terbesar kedua bagi Indonesia. Adapun pangsa ekspor ke AS sebesar 11,22%, satu peringkat di bawah China dengan pangsa ekspor yang mencapai 26,4% pada Desember 2024. 

Nilai ekspor nonmigas Indonesia ke AS pada 2024 tercatat senilai US$26,31 miliar atau lebih tinggi dari 2023 yang senilai US$23,23 miliar. 

Merujuk data Dana Moneter Internasional atau Inetrnational Monetary Fund (IMF), perang dagang 2.0 akan memangkas pertumbuhan ekonomi global  sebesar 0,8% pada 2025, dan 1,3% pada 2026. 

Josua menilai apabila Trump mengenakan tarif universal 10% kepada China, maka AS dan China yang akan paling besar merasakan dampaknya. Ekonomi AS pada 2025 diproyeksikan dapat terpangkas 0,64%, sementara ekonomi China dapat anjlok 0,68%. 

“Dampak terhadap ekonomi Indonesia, relatif lebih kecil 0,06%. Ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi domestik masih tetap dominan. Itu kata kuncinya,” ucapnya. 

Dia memproyeksikan ekonomi Indonesia pada 2025 akan stabil berada dikisaran 5% hingga 5,2% yang akan terdorong oleh konsumsi domestik. 

Sebelumnya, dalam laporan Global Economic Prospects (GEP) edisi Januari 2025 memaparkan kenaikan tarif AS sebesar 10% pada semua mitra dagang pada tahun 2025, tanpa adanya tarif pembalasan yang diberlakukan sebagai tanggapan, akan mengurangi pertumbuhan global sebesar 0,2% pada tahun tersebut. 

Selain itu, pertumbuhan akan lebih lemah sebesar 0,1% setiap kenaikan tarif sebesar 10% tersebut untuk negara berkembang (emerging market and developing economies/EMDE) di mana Indonesia termasuk ke dalam kategori tersebut. 

Namun, apabila terdapat tarif pembalasan yang proporsional oleh mitra dagang, maka efek negatif pada pertumbuhan global dan EMDE relatif terhadap baseline akan meningkat menjadi sekitar 0,3% dan 0,2%.  

“Dampak-dampak ini dapat semakin meningkat jika peningkatan proteksionisme perdagangan global disertai dengan ketidakpastian kebijakan yang meningkat,” tulis Bank Dunia. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper