Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan DHE SDA 100% Berisiko Kurangi Modal Kerja Usaha Perkebunan

Kewajiban pelaku usaha sektor perkebunan untuk menempatkan 100% devisa hasil ekspor di dalam negeri berisiko mengurangi modal kerja
Bongkar muat barang di terminal peti kemas Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (14/8/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone
Bongkar muat barang di terminal peti kemas Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (14/8/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, MEDAN — Langkah pemerintah mewajibkan pelaku usaha untuk menempatkan  100% devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri diperkirakan berdampak pada operasional perusahaan sektor perkebunan. Di sektor sawit, aturan ini berpotensi mengerek naik harga jual produk minyak sawit di pasaran.

Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2025 menetapkan bahwa eksportir sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib menempatkan 100% DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan.

Prabowo mengatakan kebijakan ini diharapkan dapat menambah devisa hasil ekspor sebanyak US$80 miliar pada 2025. Kebijakan ini akan resmi berlaku pada 1 Maret 2025.

“Karena ini akan berlaku mulai 1 Maret, kalau lengkap 12 bulan hasilnya diperkirakan akan lebih dari US$100 miliar,” kata Prabowo.

Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia Kacuk Sumarto mengapresiasi implementasi regulasi ini karena dapat meningkatkan likuiditas rupiah di dalam negeri. Namun, dia tidak memungkiri kewajiban parkir DHE 100% dapat berimpak pada ketersediaan modal kerja sektor perkebunan.

Sumarto memaparkan sektor perkebunan memerlukan modal kerja untuk mendukung operasional yang mencakup perawatan tanaman dan kebun. Ketika pendapatan yang diperoleh dari ekspor tidak bisa dipakai, pelaku usaha harus menarik pinjaman dari perbankan untuk mendukung aktivitas operasionalnya.

“Penarikan pinjaman akan mengerek cost of money karena ada bunga pinjaman yang mencapai 8-12%,” kata Sumarto di sela-sela seminar internasional bertema regulasi antideforestasi Uni Eropa, Rabu (19/2/2025).

Modal kerja yang terkerek, lanjut Sumarto, berpotensi memperbesar biaya produksi. Dalam situasi ini, usaha pengolahan sawit dihadapkan pada dua opsi, yakni menawar harga beli bahan baku serendah mungkin atau mengerek harga jual di tingkat konsumen.

“Akibatnya apa? On cost produksinya naik. Kemudian terpaksa harga jualnya juga naik atau harga belinya [bahan baku] diturunkan,” tambahnya.

Sumarto juga menyoroti dampak dari kebijakan penempatan DHE 100% pada kesiapan perusahaan dalam membayar dividen bagi pemegang saham. Dia mencatat perusahaan sawit umumnya mendistribusi minimal 30% dari labanya sebagai dividen.

“Mau tidak mau untuk menjamin ketersediaan dana untuk dividen juga menarik pinjaman,” lanjut Sumarto.

Oleh karena itu, Sumarto menyarankan pemerintah dapat mengkaji ulang implementasi DHE SDA dan menggandeng pemangku kepentingan sektor perkebunan. Dia menggarisbawahi soal risiko keberlanjutan usaha perusahaan di tengah keterbatasan dana.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper