Bisnis.com, JAKARTA — Harga karet alam dunia yang terkerek hingga 15%, dalam 3 bulan terakhir, memberikan secercah harapan bagi jutaan petani karet di Indonesia. Boleh jadi, para petani itu akan merasa lebih tenang menghadapi bulan Ramadan dan Lebaran yang sebentar lagi tiba.
Akan tetapi, di balik kenaikan harga ini, industri karet Indonesia masih bergulat dengan masalah fundamental yang belum terselesaikan.
Sebagai salah satu tulang punggung ekonomi negara, terutama bagi jutaan rakyat kecil, industri karet alam Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat. Di balik setiap ban mobil atau motor, atau produk karet lainnya yang kita gunakan sehari-hari, terdapat perjuangan panjang dan kerja keras petani karet yang setiap saat menyadap getah dari pohon-pohon yang telah ditanam leluhurnya, puluhan tahun lalu.
Mereka adalah wajah-wajah yang menghidupi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia, namun sering kali terimpit masalah besar dalam menjalani profesi mereka.
Data Kementerian Pertanian (2024) menunjukkan bahwa 85% produksi karet Indonesia berasal dari petani rakyat yang mengelola lahan rata-rata seluas 1—2 hektare. Dari hasil kerja keras mereka, Indonesia mampu menghasilkan 2,6 juta ton karet alam pada 2024.
Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan produksi pada 2021 yang sebesar 3,3 juta ton. Penurunan ini mengindikasikan adanya masalah mendasar, mungkin luas perkebunan karet Indonesia telah berkurang atau produktivitas petani karet rakyat Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara produsen karet lainnya.
Baca Juga
Tantangan yang dihadapi petani karet lalu semakin kompleks. Harga karet dunia yang fluktuatif tidak terduga menjadi momok yang menakutkan.
Kondisi pohon karet yang sudah tua dan tidak produktif lagi, sering kali merupakan hasil tanam sebelum era 1980-an, semakin memperparah keadaan. Pohon-pohon ini mencapai akhir siklus hidupnya, menyebabkan penurunan hasil getah dan berdampak pada penurunan pendapatan petani.
Di tengah masalah ini, pemerintah Indonesia berupaya mencari solusi dengan meluncurkan program peremajaan perkebunan karet, mengganti pohon-pohon karet tua dengan bibit unggul yang lebih produktif.
Daerah-daerah seperti Musi Banyuasin (Sumsel) dan Jambi menjadi fokus utama program ini, dengan lahan lebih dari 2.000 hektar yang telah diremajakan. Namun, masa tunggu 5—7 tahun sebelum pohon siap disadap menjadi tantangan tersendiri bagi petani.
Masa penantian yang panjang ini menjadi beban berat bagi petani karet rakyat yang sehari-hari mengandalkan pendapatan dari hasil getah. Mereka kehilangan penghasilan stabil selama periode peremajaan.
Dukungan pemerintah dan lembaga keuangan sangat diperlukan agar para petani rakyat dapat bertahan selama masa sulit ini.
Selain peremajaan kebun, pelatihan manajemen perkebunan, seperti yang diberikan oleh Balai Penelitian Sembawa, Sumatra Selatan, juga memegang peranan penting. Pelatihan ini membantu petani meningkatkan teknik perawatan, penyadapan, dan pada akhirnya menunjang produktivitas kebun mereka.
Balai Sembawa juga mampu menghasilkan bibit unggul jenis klon baru yang dapat meningkatkan hasil getah karet per hektare secara signifikan.
Selesai? Belum! Masalah industri karet alam Indonesia tidak hanya berkutat pada produktivitas. Sorotan utama dunia justru terkait dengan dampak perkebunan karet terhadap kelestarian lingkungan.
Deforestasi menjadi isu sentral, terutama di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Perluasan lahan perkebunan karet sering kali berujung pada penebangan hutan yang menyebabkan kerusakan habitat satwa liar dan memperparah perubahan iklim.
Bantuan Pendampingan Pemerintah dan Swasta
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah bersama swasta mulai mendorong penerapan praktik pertanian berkelanjutan. Agroforestri--karet ditanam bersama tanaman lain untuk mempertahankan keanekaragaman hayati--menjadi salah satu solusi.
Smith et.al. (2023) menilai bahwa praktik agroforestri terbukti efektif dalam meningkatkan keanekaragaman hayati sambil tetap mempertahankan produktivitas karet.
Banyak perusahaan multinasional yang menjadi konsumen utama karet Indonesia juga mulai menerapkan kebijakan zero deforestation. Mereka hanya akan membeli karet dari perkebunan yang tidak merusak hutan, bahkan bersedia memberikan tambahan harga untuk karet yang memenuhi kriteria ini.
Sertifikasi keberlanjutan seperti Forest Stewardship Council (FSC) dan Rainforest Alliance menjadi semakin penting sebagai jaminan bahwa karet diproduksi secara ramah lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan sosial petani.
Riset oleh Brown et.al (2021) menekankan pentingnya sertifikasi keberlanjutan dalam memastikan bahwa karet diproduksi secara ramah lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan sosial petani.
Masalahnya, di Indonesia, sertifikasi ini sering kali sulit dijangkau oleh petani rakyat. Mereka jelas memerlukan bantuan pendampingan.
Petani juga perlu didampingi dalam pemanfaatan teknologi. Saat ini, teknologi menawarkan harapan baru bagi petani karet kecil untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan. (Lee et.al., 2022).
Menunjukkan, teknologi penyadapan karet modern dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas petani karet kecil. Belum lagi penerapan irigasi mikro dan pertanian presisi yang memungkinkan petani memanfaatkan sumber daya secara efisien dengan pengelolaan air lebih baik dan penggunaan pupuk yang tepat. Panen karet pun meningkat tanpa merusak lingkungan.
Teknologi penyadapan karet memang kian modern. Sekarang ada mesin sadap dari China yang tepat guna. Mesin itu memungkinkan petani memanen getah tanpa merusak pohon serta memperpanjang umur produktif tanaman karet.
Bantuan pendampingan lain yang dibutuhkan petani terkait dengan keikutsertaan dalam perdagangan karbon. Petani karet yang mampu menjaga pohon mereka tetap produktif tanpa membuka lahan baru dapat menghasilkan kredit karbon.
Gill-Wiehl et al. (2024) menyatakan bahwa perdagangan karbon dapat memberikan insentif finansial tambahan bagi petani karet untuk menerapkan praktik pertanian berkelanjutan.
Daerah-daerah seperti Sumatra Selatan dan Kalimantan Timur telah mulai mengeksplorasi perdagangan karbon ini. Petani karet rakyat jelas harus dibantu agar dapat memiliki akses untuk memperoleh penghasilan tambahan, melalui perdagangan karbon, sambil tetap menjaga lingkungan.
Pemerintah Indonesia sudah berupaya mendukung industri karet alam melalui berbagai program keberlanjutan. Program peremajaan perkebunan karet, pelatihan teknologi, dan akses yang lebih baik terhadap pembiayaan menjadi bagian penting dari strategi pemerintah untuk membantu petani rakyat tetap bertahan dalam menghadapi tantangan global.
Namun, tantangan terbesar bagi keberlanjutan industri karet alam Indonesia adalah memastikan jutaan petani kecil mampu beradaptasi dengan perubahan ekonomi global dan tuntutan lingkungan yang semakin tinggi.
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas perlu diperkuat untuk memastikan bahwa petani rakyat tidak tertinggal dalam proses transformasi industri ini menuju keberlanjutan yang lebih baik.
Jika upaya transformasi ini berhasil, masa depan industri karet Indonesia akan tetap cerah. Anak-anak muda bakal bersedia melanjutkan perjuangan orang tua mereka di perkebunan. Tapi, jika transformasi ini ternyata berantakan, mungkin mereka akan mencari peluang baru di sektor lain—dan romantika industri karet nasional tinggal menjadi kenangan.