Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Was-was Penerimaan Negara Jeblok Imbas Wacana Kemasan Rokok Polos

Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas atau plain package dinilai dapat memicu penurunan drastis penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.
Karyawan menyusun bungkus rokok bercukai di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menyusun bungkus rokok bercukai di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas atau plain package dinilai dapat memicu penurunan drastis penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) hingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Untuk diketahui, dari sisi pendapatan negara, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp216,9 triliun pada 2024. 

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan rencana penyeragaman rokok yang diusulkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tersebut akan berdampak negatif bagi negara, terutama pada sisi ekonomi. 

Terlebih, efek dari penerapan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek tersebut dapat turut serta meningkatkan peredaran rokok ilegal.

“Industri ini telah menjadi sumber pendapatan negara. Kalau merek (brand) mau dihilangkan, mana ada yang mau bikin produk (rokok) legal lagi? Ada merek saja bisa dipalsukan, apalagi nggak ada,” kata Agus, dikutip Selasa (25/2/2024).

Menurutnya, wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek tidak memiliki dasar dan alasan yang jelas. Sementara, Kemenkes bertujuan untuk menekan angka perokok aktif.

Agus melihat Rancangan Permenkes tersebut hanya akan menimbulkan penolakan dari banyak pihak, utamanya dari sektor industri hingga ketenagakerjaan. 

"Saya masih tidak mengerti hubungan antara plain packaging (penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek) dengan orang tidak merokok, tidak ada hubungannya. Kan mengeluarkan kebijakan harus selalu ada alasan yang kuat," tegasnya.

Senada, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi XI, Puteri Anetta Komarudin mengatakan pemerintah harus bersiap dengan dampak dari penyeragaman kemasan rokok yang dapat menghambat target pertumbuhan ekonomi 8%. 

Pasalnya, industri hasil tembakau (IHT) merupakan industri strategis yang menopang pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Adapun, kontribusi industri tembakau mencapai 4,22% terhadap PDB. 

"Industri ini punya multiplier effect yang dihasilkan melalui ekspansi investasi, penyediaan lapangan kerja dari hulu ke hilir, serapan tenaga kerja, pemanfaatan bahan baku, hingga kontribusi pada cukai hasil tembakau," terangnya. 

Di sisi lain, Puteri juga menyampaikan bahwa rencana tersebut justru dapat memicu maraknya penjualan rokok ilegal menjadi penyebab penurunan pendapatan negara. 

Pada 2023, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak mencapai 253,7 juta batang, dan meningkat menjadi 710 juta batang sepanjang 2024. Menurut dia, penerapan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan memperparah kondisi tersebut.

"Peningkatan rokok ilegal ini tentu berpotensi menggerus penerimaan negara dari CHT," tuturnya.

Selain itu, industri tembakau juga menyerap 5,9 juta tenaga kerja. Kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat berdampak pada keberlangsungan pabrik rokok, terutama pekerja di pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan. 

Menurut penelitian INDEF, sekitar 2,3 juta pekerja di sektor ini berisiko terdampak akibat kebijakan tersebut.

Dia meminta agar kebijakan yang berdampak pada industri tembakau harus memperhatikan aspek ekonomi dan ketenagakerjaan, bukan hanya dari sisi kesehatan. 

Untuk itu, pemerintah diminta untuk mengkaji lebih lanjut rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dengan memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkan. 

Lebih lanjut, kementerian dan lembaga terkait juga disebut harus memperkuat koordinasi dalam merumuskan kebijakan IHT dengan melibatkan aspirasi dari masyarakat, pekerja, petani, dan pelaku industri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper