Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target 'Pesimistis' Prabowo Tambah Jumlah Kelas Menengah

Target proporsi kelas menengah yang tercantum dalam RPJMN 2025-2029 lebih rendah dari kondisi prapandemi Covid-19.
Sejumlah penumpang berada di dalam gerbong Kereta Rel Listrik di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (2/1/2022). / Bisnis-Suselo Jati
Sejumlah penumpang berada di dalam gerbong Kereta Rel Listrik di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (2/1/2022). / Bisnis-Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Kelas menengah menjadi topik khusus yang panjang-lebar dibahas dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional alias RPJMN 2025—2029. Sayangnya, dalam dokumen tersebut, target peningkatan jumlah kelas menengah masih cenderung pesimistis.

Prabowo sendiri resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12/2025 tentang RPJMN 2025—2029 pada 10 Februari lalu. Dokumen tersebut akan menjadi pedoman pemerintah untuk lima tahun ke depan.

Salah satu target yang dicanangkan dalam RPJMN 2025—2029 adalah peningkatan proporsi penduduk kelas menengah. Bukan tanpa sebab, kelas menengah merupakan kelompok penduduk yang paling berkontribusi dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB).

Pada 2023, kelompok kelas menengah (middle class) dan menuju kelas menengah (aspiring middle class) berkontribusi sebesar 82,3% terhadap konsumsi rumah tangga nasional. Pada tahun lalu, konsumsi rumah tangga merupakan komponen utama pembentuk PDB (hingga 54,04%).

"Penguatan peran kelas menengah menjadi langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi dan mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada 2045," tulis Perpres 12/2025 tentang RPJMN 2025—2029, dikutip (27/2/2025).

RPJMN pun menargetkan proporsi kelas menengah mencapai 20% dari total penduduk Indonesia pada 2029. Saat ini atau baseline 2024, proporsi penduduk kelas menengah hanya sebesar 17,13%.

Sayangnya, target tersebut masih lebih rendah dari proporsi penduduk kelas menengah prapandemi Covid-19. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi kelas menengah mencapai 57,33 juta atau setara 21,45% dari total penduduk Indonesia.

Hanya saja, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan setidaknya 9,4 juta penduduk kelas menengah telah 'turun kasta' ke kelompok aspiring middle class (calon kelas menengah) selama 2019 sampai dengan 2024.

Akibatnya pada 2024, jumlah kelas menengah menjadi 47,85 juta atau 17,13% dari total penduduk Indonesia.

Sejalan, jumlah calon kelas menengah bertambah 8,65 juta orang sehingga mencapai 137,5 juta atau setara 49,2% dari total populasi. Bahkan, penambahan lebih besar terjadi di kelas masyarakat rentan miskin yaitu sebanyak 12,72 juta sehingga menjadi 67,69 juta atau setara 24,33% dari total populasi.

"Kami mengidentifikasi masih ada scaring effect dari pandemi Covid-19 terhadap ketahanan kelas menengah," jelas Amalia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024).

Kendati demikian, tampaknya pemerintahan Prabowo masih tidak percaya diri bisa meningkatkan kembali jumlah kelompok kelas menengah seperti masa sebelum pandemi Covid-19. Toh, target proporsi penduduk kelas menengah pada 2029 (20%) masih lebih rendah dari keadaan pada 2019 (21,45%).

BPS sendiri mengklasifikasikan kelas menengah sebagai penduduk dengan konsumsi per kapita 3,5—17 kali garis kemiskinan. Dalam konteks Indonesia pada 2024, yang masuk kategori kelas menengah adalah penduduk yang pengeluarannya Rp2.040.262—9.909.844 per bulan.

Strategi Pemerintah Pulihkan Ekonomi

Dalam dokumen RPJMN 2025—2029, pemerintah mengindentifikasi penurunan jumlah kelas menengah disebabkan oleh tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Pada Agustus 2024, tercatat 46.420 pekerja mengalami PHK dan angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat.

Salah satu pemicunya, tulis dokumen tersebut, adalah rendahnya daya beli masyarakat yang tampak dari data deflasi yang terjadi pada komponen harga yang diatur pemerintah dan harga bergejolak.

Menurut laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), komponen harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi dari 1,68% pada Agustus 2024 menjadi 1,4% pada September 2024. Sementara itu, komponen harga bergejolak mengalami deflasi yang signifikan dari 3,04% pada Agustus 2024 menjadi 1,43% pada September 2024.

"Daya beli masyarakat yang rendah berimplikasi pada menurunnya permintaan terhadap barang-barang yang diproduksi oleh industri. Dengan permintaan yang lemah, industri tidak dapat memenuhi biaya operasional, yang pada akhirnya memaksa untuk mengurangi jumlah karyawan atau bahkan menutup usaha," dikutip dari dokumen RPJMN 2025—2029.

Oleh sebab itu, RPJMN mengamanatkan agar kelompok kelas menengah diperkuat dengan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan berkualitas, terkhusus di sektor-sektor produktif seperti manufaktur dan teknologi tinggi yang berorientasi pada pekerjaan formal.

Sedangkan untuk sektor informal, RPJMN mengarahkan agar penyerapan tenaga kerja didorong melalui program regenerasi petani serta penciptaan iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Diyakini, peningkatan proporsi kelompok kelas menengah akan menciptakan kebutuhan konsumsi yang lebih beragam karena adanya kebutuhan gaya hidup baru sehingga berpotensi meningkatkan daya beli.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper