Bisnis.com, JAKARTA – Pakar menilai pemenuhan tuntutan pengemudi transportasi online atau driver ojol untuk mendapatkan tunjangan hari raya (THR) masih perlu melalui tahapan yang panjang.
Pakar Transportasi ITB, Sony Sulaksono Wibowo menjelaskan untuk merealisasikan tuntutan itu, perlu dilakukan transformasi pada tubuh aplikator dari yang semula merupakan e-commerce untuk kemudian menjadi perusahaan transportasi.
“Jika mitra aplikator (driver) ingin diperlakukan seperti pegawai, punya upah minimum, THR dan jaminan lainnya, maka para aplikator itu harus jadi perusahaan transportasi,” kata Sony dalam keterangan tertulis, Jumat (7/3/2025).
Perubahan status bisnis tersebut yang dinilai masih belum mencapai titik kesepakatan hingga hari ini. Pasalnya, sedari awal aplikator memang menyatakan bahwa karakteristik bisnisnya berbasis e-commerce.
Untuk itu, Sony meminta agar pemerintah dapat turun tangan merumuskan regulasi lebih lanjut mengenai praktik bisnis e-commerce di Indonesia.
“Tidak ada aturan yang mengatur terkait hubungan mitra dan perusahaan, kewajiban pajak dalam setiap transaksi e-commerce, dan sebagainya,” ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) telah menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), pada Senin (17/2/2025) menuntut pemberian THR Ojol, taksi online, dan kurir.
Ketua SPAI Lily Pujiati menyampaikan, tuntutan tersebut berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan yang mengatur pengemudi transportasi online sebagai pekerja tetap.
“Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur kami sebagai pekerja tetap karena telah memenuhi unsur pekerjaan, upah dan perintah dalam hubungan kerja,” kata Lily dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).
Selain itu, dia menyebut bahwa Kemnaker tengah menyusun aturan THR bagi pengemudi online yang akan diterbitkan dalam waktu dekat.
Sejalan dengan hal itu, pihaknya menuntut agar THR diberikan sebesar 1 bulan upah, sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP) di masing-masing daerah, dan diberikan H-30 sebelum hari raya.