Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengungkap biang kerok mandeknya rencana relokasi pabrik dan investasi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China ke Indonesia.
APSyFI menyebut kendala relokasi pabrik dan investasi sektor TPT dari China ke Indonesia utamanya diadang masalah perizinan birokrasi.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan potensi peningkatan investasi TPT ke dalam negeri sangat besar dari China imbas perang tarif antara negara tersebut dengan AS.
“Namun investasi ini terkendala perizinan akibat dipermainkan oknum birokrasi, jadi masalah utamanya adalah birokrasi yang kotor,” kata Redma kepada Bisnis, dikutip Senin (24/3/2025).
Dia menerangkan bahwa Indonesia kini dipandang sebagai negara potensial untuk ditanami modal perusahaan asal China yang kabur demi terhindar dari tarif bea masuk tinggi ke AS.
Merujuk pada data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terdapat peningkatan realisasi investasi sektor tekstil, pakaian jadi dan alas kami menjadi Rp39,21 triliun pada 2024 atau naik 31,1% dari tahun sebelumnya Rp29,92 triliun.
Baca Juga
Adapun, industri pakaian jadi, yang merupakan industri padat karya, investasinya meningkat dari Rp4,53 triliun di tahun 2023 menjadi Rp10,20 triliun di tahun 2024 atau naik sebesar 124,9%.
Terlebih, pada kuartal I/2025, terdapat 4 industri tekstil dan pakaian jadi yang resmi mendapatkan Surat Keterangan Usaha (SKU) dengan total investasi mencapai Rp304,43 miliar. Investasi tersebut diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sebanyak 1.907 orang.
“Jadi kita akan lihat kedepan apa yang bisa dilakukan pemerintah kedepan untuk industri ini, apakah ada terobosan baru atau hanya sekedar membuat Bapak Presiden senang dengan program mentereng tapi low impact,” tuturnya.
Untuk diketahui, sebelumnya pemerintah berencana melakukan deregulasi perizinan investasi di sektor TPT guna meningkatkan daya saing industri serta menarik lebih banyak investor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa sektor padat karya ini memiliki peran penting dalam perekonomian nasional.
“Sektor padat karya yang terutama tekstil, produk tekstil, kemudian juga apparel itu kontribusi terhadap ekonomi Indonesia besar karena ekspor lebih dari US$2 miliar, tenaga kerjanya hampir 4 juta orang,” ujar Airlangga.
Menurutnya, di tengah potensi itu, masih terdapat hambatan dalam perizinan yang perlu disederhanakan untuk menarik investor ke sektor tekstil.
Apalagi, kata Airlangga, Indonesia sudah naik kelas dalam memproduksi barang bernilai tambah tinggi seperti sepatu dan tekstil.
“Nah, ini memerlukan perbaikan terutama terkait dengan perizinan karena masih ada investor yang ingin masuk di sektor tekstil dan produk tekstil ini. Indonesia sebetulnya sudah naik kelas ke produk-produk yang nilainya lebih tinggi atau high value added,” katanya.