Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejumlah Negara Alami Krisis Produksi, Indonesia Siap Ekspor Telur

Kementan mendorong peningkatan ekspor telur dengan memastikan standar kualitas, keamanan pangan, dan persyaratan negara tujuan terpenuhi.
Pedagang menunjukkan telur di Jakarta, Minggu (31/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pedagang menunjukkan telur di Jakarta, Minggu (31/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong ekspor telur ayam konsumsi untuk memenuhi kebutuhan negara-negara yang tengah mengalami krisis produksi, seperti Amerika Serikat (AS).

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda mengatakan pihaknya mendorong peningkatan ekspor dengan memastikan standar kualitas, keamanan pangan, dan persyaratan negara tujuan terpenuhi.

“Sebagai tahap awal, ekspor [telur ayam] ke AS sebanyak 1,6 juta butir per bulan diyakini dapat terealisasi. Saat ini, proses penjajakan dan pemenuhan protokol ekspor tengah dilakukan,” ujar Agung dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (28/3/2025).

Agung menyebut Indonesia sendiri telah lebih dulu mengekspor telur konsumsi ke Singapura dan Uni Emirat Arab (UEA).

Namun, Agung menekankan telur yang diekspor juga harus memenuhi ketentuan ketat dari otoritas keamanan pangan AS.

“Telur yang akan diekspor harus berkualitas tinggi, bebas Salmonella, serta tidak mengandung residu antibiotik agar sesuai dengan standar keamanan pangan yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration [FDA] Amerika Serikat,” terangnya.

Di samping itu, dia juga memastikan ekspor telur ayam ini tidak akan mengganggu kebutuhan dalam negeri. 

Kementan mencatat, potensi produksi telur nasional pada 2025 bisa mencapai 6,5 juta ton, sedangkan kebutuhannya 6,2 juta ton. Alhasil, potensi surplus mencapai 288.700 ton atau setara 5 miliar butir per bulan. “Ekspor dilakukan tanpa mengganggu pasokan dan stabilitas harga di pasar dalam negeri,” ujarnya.

Lebih lanjut, Agung menyatakan Kementan akan terus memfasilitasi pelaku usaha dalam memenuhi standar ekspor, mulai dari kualitas, keamanan, hingga ketelusuran produk.

“Kami siap bekerja sama dengan berbagai pihak agar ekspor telur ini berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi peternak, pelaku usaha, serta perekonomian nasional,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) Ahmad Dawami menyanggupi untuk mengekspor 1,6 juta butir telur, bahkan hingga 160 juta butir telur setiap bulan ke negara yang tengah dilanda krisis harga telur ayam alias eggflation, termasuk AS.

Dawami menyebut bahwa produksi telur secara nasional diperkirakan mencapai 14.000 ton per hari atau 14 juta kilogram per hari. Dia juga mengeklaim pasokan telur ayam negeri tetap aman jika pemerintah mengirimkan 16 juta butir—160 juta butir setiap bulan ke AS.

“Kalau misalkan ada ekspor 1,6 juta butir [setiap bulan] ke Amerika, nothing lah. It's nothing lah, kalau bisa 16 juta [butir] atau 160 juta butir [setiap bulan] malah bagus, ya,” kata Dawami saat dihubungi Bisnis, Rabu (26/3/2025).

Menurutnya, semakin tinggi ekspor telur ayam yang dilakukan Indonesia, maka semakin baik. “Kalau bisa per bulan 160 juta butir aja tidak masalah. Indonesia malah makin bagus kalau bisa demikian. Dan itu harus diinisiasi atau dipimpin atau dilokomotifi oleh pemerintah,” ujarnya.

Dawami juga menjelaskan bahwasanya peningkatan produksi telur sejatinya mengikuti kebutuhan pasar atau permintaan masyarakat. Sehingga, jika kebutuhan telur meningkat, maka produksi juga bisa digenjot. Begitu pun sebaliknya.

“Kalau mau dinaikkan [produksi telur ayam] itu sebenarnya tidak mengalami kesulitan, karena dengan menambah pemeliharaan, menambah pemeliharaan umur ayam saja, sudah pasti akan bertambah kan jumlah telurnya,” terangnya.

Meski begitu, dia menyampaikan bahwa untuk melakukan ekspor telur ke negara yang dilanda eggflation seperti AS tidaklah mudah. Sebab, diperlukan sejumlah syarat agar telur ayam dalam negeri bisa lolos ke mancanegara.

“Memang kalau lihat peluang, pasti peluang untuk ekspor dan sebagainya. Tapi kan ekspor juga tidak segampang itu. Karena ekspor itu kan perlu beberapa persyaratan,” tuturnya.

Dawami menyebut harus ada kecocokan dengan skema government-to-government (G2G) antardua negara. Setelahnya, juga diperlukan survei dan pengecekan kualitas biosecurity ayam petelur, seperti kualitas telur, higienitas, hingga keamanan.

“Apalagi perbedaannya kalau telur di Amerika, di Eropa itu kan hampir semuanya warnanya putih, di Indonesia warnanya coklat. Kan tidak gampang merubah pikiran orang,” tandasnya.

Harga telur di AS sebelumnya diberitakan mampu mencapai US$4,11 atau Rp68.103 per kilogram. Sama halnya dengan harga telur di Singapura yang tembus US$3,24 atau Rp53.687 per kilogram dan di Australia US$4,13 atau Rp68.428 per kilogram.

Selain itu, harga telur di Swiss menyentuh US$6,85 atau sekitar Rp113.534 per kilogram. Sementara itu, di Selandia Baru harga telur mencapai US$6,22 atau Rp103.063 per kilogram dan harga telur di Prancis dibanderol US$4,08 atau Rp67.606 per kilogram.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper