Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai pengenaan tarif impor resiprokal Amerika Serikat (AS) ke Indonesia sebesar 32% juga dipicu oleh polemik barang ilegal di pasar Indonesia. Hal ini juga menyangkut pelanggaran intellectual property (IP) atau proteksi terhadap hak paten dan brand tertentu.
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan, pihak AS juga komplain dan menggarisbawahi masalah banjir produk ilegal tersebut. Untuk itu, pelaku usaha tekstil meminta pemerintah segera memberantas produk-produk yang tak sesuai ketentuan.
"Mereka juga sangat-sangat menggarisbawahi masalah barang ilegal di dalam Indonesia, terutama memalsukan barang-barang Amerika dan itu kita harus tangani, kayak Nike palsu, Adidas empat strip, kan banyak," kata Jemmy di Kantor Kemeko Perekonomian, Senin (7/4/2025).
Kondisi tersebut memicu kekhawatiran dan hilangnya kepercayaan atas pasar Indonesia. Pengawasan atas produk industri dan produk yang beredar di pasaran pun kembali ditekankan untuk mendorong kembali kerja sama perdagangan.
Dalam hal ini, dia juga mendorong percepatan aturan kebijakan tata niaga impor, khususnya revisi relaksasi impor serta penerapan safeguard maupun antidumping. Hal ini guna mencegah masuknya produk impor murah yang mengalihkan ekspor dari AS ke pasar RI.
"Revisi Permendag 8/2024 [relaksasi impor] memang sudah wacana, tapi untuk detailnya seperti apa, tentunya rapat hari ini akan memengaruhi output dari revisi tersebut," terangnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, hari ini sejumlah asosiasi termasuk API telah berkomunikasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membahas langkah antisipasi dampak dari kebijakan tarif resiprokal AS.
Dari rapat tersebut, API sepakat untuk meningkatkan importasi cotton atau kapas dari Amerika Serikat sebagai trade off kebijakan tarif impor resiprokal Presiden Donald Trump sebesar 32%. Adapun, impor kapas Indonesia dari AS hanya 17% dari total impor.
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan, pelaku usaha akan mendukung upaya pemerintah yang akan melakukan negosiasi perdagangan dengan AS melalui pengurangan defisit perdagangan.
Salah satunya yang didorong yakni dengan meningkatkan importasi komoditas dari AS, seperti cotton, dan komoditas lain di luar sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).
“Terkait itu, kita bisa impor cotton lebih banyak untuk cotton kita hanya impor sekitar 17% dari Amerika, dari total dunia itu 17% porsi dari Amerika bisa ditingkatkan," ujarnya.