Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang Industri Tekstil & Alas Kaki Mengalap Berkah Diskon Tarif Trump

Kesepakatan tarif dagang Indonesia-AS menurunkan tarif ekspor tekstil dan alas kaki dari 32% menjadi 19%, meningkatkan daya saing dan mengurangi risiko PHK.
Afiffah Rahmah Nurdifa,M Ryan Hidayatullah
Senin, 21 Juli 2025 | 10:24
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Kesepakatan tarif dagang terbaru antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) menjadi angin segar bagi industri tekstil hingga alas kaki dalam negeri.

Indonesia berhasil mengamankan tarif dasar 19% untuk ekspor ke Negeri Paman Sam, turun jauh dibandingkan sebelumnya 32%. Besaran tarif ini dinilai menjadi kemenangan besar bagi Indonesia, terutama untuk sektor industri padat karya tekstil dan alas kaki yang memiliki pangsa pasar besar di AS.

Pasalnya, negara eksportir tekstil dan alas kaki kompetitor, seperti Vietnam, China, India, dan Bangladesh, dikenai tarif yang lebih tinggi oleh Presiden AS Donald Trump. Pelaku usaha menilai kondisi ini dapat meningkatkan daya saing produk asal Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, pihaknya mengapresiasi upaya negosiasi yang dilakukan pemerintah hingga membuahkan hasil positif, meskipun penurunan tarif tersebut masih terbilang tinggi.

“Tambahan tarif 19% ini memberatkan, tapi setidaknya kita masih bisa bersaing dengan Vietnam terlebih dengan Bangladesh yang masih 35%, cukup melegakan khususnya di hilir,” kata Redma kepada Bisnis, pekan lalu.

Sementara itu, bagi sektor hulu tekstil, produk-produknya di pasar AS dapat bersaing dengan Korea dengan tarif yang lebih tinggi dari Indonesia yakni 25%. Namun, dia masih menantikan tarif yang akan diberlakukan untuk China.

Menurut Redma, dengan penerapan tarif 19% atas produk-produk Indonesia, maka ekspor bisa perlahan meningkat atau setidaknya tidak akan turun.

Dia menuturkan, jika China dikenakan tarif di atas atau lebih tinggi dari Indonesia dengan perbedaan yang signifikan, maka Indonesia akan memiliki kesempatan untuk mengambil pasar AS.

Namun, dia mewanti-wanti isu transhipment dan membanjirnya barang dumping China dipasar domestik dalam negeri. Hal ini juga dapat mengancam kinerja industri.

“Kalau China dapat tarif lebih rendah dari kita, maka produk kita akan sangat kesulitan untuk bersaing dipasar AS. Tapi kelihatannya AS tidak akan kasih tarif rendah untuk Cina,” imbuhnya.

Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Senada, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengaku lega dengan keberhasilan negosiasi Indonesia-AS hingga menurunkan tarif bea masuk 19% ke pasar Amerika dari sebelumnya 32%. 

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa menyebut, keberhasilan negosiasi tarif Trump tersebut mencerminkan efektivitas diplomasi ekonomi Indonesia yang bersifat strategis dan menjaga kepentingan nasional.

“Industri tekstil dan produk tekstil terutama terbantu dengan adanya penurunan tarif ini karena penurunan tarif ini akan memperkuat akses pasar dan meningkatkan competitiveness produk TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat,” ujar Jemmy.

Dia menerangkan bahwa AS adalah mitra dagang strategis untuk ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) selama bertahun-tahun.

Adapun, pangsa pasar ekspor TPT dan alas kaki buatan Indonesia ke AS masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS.

API pun berharap agar pemerintah secara aktif memfasilitasi penguatan arus perdagangan bilateral Indonesia – Amerika Serikat secara timbal balik.

Hal ini mencakup penguatan misi dagang, dukungan logistik, promosi dagang terintegrasi, serta penguatan daya saing melalui insentif fiskal dan non-fiskal.

“Kami berharap tindak lanjut kebijakan ini mendorong kebijakan lanjutan yaitu termasuk harmonisasi regulasi teknis dan fasilitasi perdagangan agar industri padat karya dapat memanfaatkan peluang ekspor secara optimal,” tuturnya.

Tak hanya itu, Jemmy menekankan pentingnya perlindungan pasar domestik dari membanjirnya produk jadi yang masuk ke Indonesia demi penguatan kapasitas industri manufaktur dalam negeri.

Menurut dia, kebijakan pemerintah juga diperlukan untuk mendorong peningkatan utilisasi industri nasional, memperkuat rantai pasok dalam negeri, serta menciptakan multiplier effect serapan tenaga kerja dan investasi masif di sektor TPT.

Sementara itu, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) optimistis produk alas kaki Indonesia bakal makin kompetitif di pasar AS, menyusul penurunan tarif impor menjadi 19%.

Direktur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan kebijakan ini memberi keunggulan kompetitif bagi Indonesia dibandingkan negara-negara pesaing yang juga dibebani oleh tarif perdagangan oleh AS, seperti Vietnam (20%), Kamboja (36%), Malaysia (25%), Thailand (36%), Laos (40%), serta Korea Selatan dan Jepang (25%).

“Pekerja Indonesia memiliki keunggulan kualitas dalam membuat alas kaki dengan telaten dan rapih, di mana pihak buyer akan mencari kualitas lebih bagus dengan tarif masuk dengan harga yang terjangkau untuk memanfaatkan peluang ini,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/7/2025).

Billie menjelaskan bahwa industri alas kaki merupakan sektor padat karya yang menyerap sekitar 960.000 pekerja langsung dan 1,3 juta pekerja tidak langsung, khususnya di Pulau Jawa.

Ia menekankan bahwa keberlangsungan industri alas kaki sangat dipengaruhi faktor internal dan eksternal, salah satunya tarif perdagangan internasional. Menurutnya, tarif resiprokal dari Presiden Trump ini bisa berdampak positif terhadap kinerja ekspor.

Tercatat, nilai ekspor alas kaki Indonesia ke AS pada 2024 mencapai US$2,3 miliar. Aprisindo berharap angka ini akan mengalami peningkatan signifikan seiring relaksasi tarif tersebut.

“Peluang strategis ke depan karena hasil tarif 19% bagi Indonesia ini memberikan dampak yang positif dengan harapan meningkatkan nilai ekspor dan investasi di sektor industri padat karya alas kaki yang berdampak menyerap tenaga kerja,” tuturnya.

Namun, Billie menekankan pentingnya percepatan reformasi struktural dan deregulasi lintas sektor agar manfaat penurunan tarif bisa optimal.

“Maka penting bagi Aprisindo mendorong pemerintah untuk terus melindungi dan memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan kemudahan berusaha di dalam negeri,” tuturnya.

Aprisindo mengusulkan beberapa kebijakan deregulasi, seperti perampingan aturan administrasi dan teknis, kemudahan izin seperti AMDAL dan SNI, kebijakan energi terbarukan yang terjangkau, proses ekspor-impor yang lancar, serta penetapan UMK berbasis inflasi dengan regulasi yang stabil.

Di sisi lain, Billie juga mengapresiasi langkah negosiasi pemerintah Indonesia dengan AS.

“Negosiasi ini bukan hasil yang instan, namun menjadi langkah penting dalam mendorong kemajuan industri padat karya berorientasi ekspor,” pungkasnya.

Mengurangi Risiko PHK

Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menyebut, tarif resiprokal AS untuk Indonesia yang turun dari 32% menjadi 19% pembuat industri tekstil dan alas kaki bernapas lega.

Menurutnya, tarif resiprokal yang dikenakan Presiden AS Donald Trump kepada RI itu menjadi yang terendah dibanding negara di Asean. Oleh karena itu, produk RI yang masuk ke Negeri Paman Sam tidak akan dikenakan bea terlalu tinggi.

Arif menyebut penurunan tarif itu bisa membuat industri tekstil dan alas kaki di Indonesia terhindar dari kerugian. Selain itu, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tersebut bisa dihindari.

"Jadi produk-produk yang selama ini dikhawatirkan akan menimbulkan PHK besar-besaran, tekstil, kemudian footwear, itu sekarang more or less ya bisa dikatakan sudah bisa diselamatkan begitu," ucap Arif, Kamis (17/7/2025).

Dia mencontohkan, jika modal sepasang sepatu buatan RI untuk pasar AS dibanderol US$20, dengan tambahan tarif 19%, sepatu itu masih bisa dijual seharga US$150. Artinya, pengusaha masih bisa mendapat untung.

"Misalnya sepatu itu satu pasang keluar dari pabrik itu sekitar US$20. Jadi kalau kena 19%, kemudian harga market-nya US$150, itu masih bisa make sense," jelas Arif.

Adapun, industri tekstil dan alas kaki dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir mendapatkan tekanan kinerja yang berujung pada terjadinya gelombang PHK. Rencana pengenaan tarif Trump yang sebelumnya 32% menambah risiko meningkatnya badai PHK di industri padat karya. 

Sebelumnya, Center of Economic and Law Studies (Celios) memproyeksikan setidaknya sebanyak 1,2 juta tenaga kerja di berbagai sektor yang berpotensi terdampak PHK lantaran kinerja ekspor Indonesia ke AS yang terancam turun signifikan.

Direktur Celios Nailul Huda mengatakan, proyeksi tersebut dihitung berdasarkan cara perhitungan International Monetary Fund (IMF), di mana setiap kenaikan tarif impor sebesar 1% akan berdampak pada penurunan permintaan sebesar 0,8%.

“Dari perhitungan kami, penurunan ekspor ke AS diperkirakan mencapai 20%-24% per item barang. Akibatnya, sekitar 1,2 juta pekerja Indonesia berpotensi terkena PHK,” ujar Nailul kepada wartawan, dikutip Jumat (18/4/2025). 

Salah satu sektor yang paling rentan terdampak adalah tekstil dan produk tekstil. Dia memperkirakan sekitar 191.000 tenaga kerja berisiko kehilangan pekerjaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro