Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Ritel soal Tarif Trump: Momentum RI Benahi Sistem Perdagangan

Pengusaha ritel menyebut kebijakan tarif Trump bisa menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk membenahi sistem perdagangan.
Pengunjung beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Sabtu (23/11/2024). / Bisnis-Abdurachman
Pengunjung beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Sabtu (23/11/2024). / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha ritel menyebut kebijakan tarif timbal balik alias tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi sistem perdagangan guna mendukung dunia usaha.

Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan bahwa selama ini peraturan perdagangan membuat para pengusaha ritel kesulitan untuk melakukan importasi barang. Apalagi, jika barang tersebut belum diproduksi di Tanah Air.

Selain itu, Budihardjo juga menyebut adanya pembatasan kuota hingga safeguard juga menyulitkan ruang gerak para peritel. Untuk itu, menurutnya, dengan adanya kebijakan tarif Trump menjadi momentum pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan perdagangan.

“Ini [tarif Trump] adalah satu momentum untuk melakukan koreksi terhadap peraturan-peraturan perdagangan yang menurut kami juga dari asosiasi ritel Hippindo, banyak sekali menyulitkan pengusaha ritel untuk mengimpor barang yang belum diproduksi di Indonesia, banyaknya tarif barrier, banyaknya kuota, banyaknya safeguard,” kata Budihardjo kepada Bisnis, Minggu (13/4/2025).

Budihardjo menyampaikan sejumlah peraturan tersebut membuat bisnis untuk sektor ritel dan perdagangan menjadi sangat sulit. Dia pun berharap, pemerintah dapat membuat peraturan yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan secara global.

“Kami menyambut baik upaya merapikan daripada tarif-tarif ini dengan adanya Trump ini menjadi momentum untuk membuat suatu keseimbangan baru yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan di seluruh dunia,” tuturnya.

Untuk diketahui, Presiden Trump menunda skema tarif resiprokal selama 90 hari, kecuali untuk China. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani meminta agar pemerintah tidak terdistraksi meski Trump mengumumkan kabar yang lebih positif. Sebab, risiko terhadap ekonomi nasional masih tetap tinggi.

“Jangan lengah atau terdistraksi, karena risiko-risiko terhadap ekonomi nasional tetap tinggi dan memberikan efek tekanan pertumbuhan yang sama meski dengan perkembangan kebijakan tarif Trump yang lebih positif saat ini [penundaan tarif Trump],” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

Terlebih, kata Shinta, penundaan kebijakan tarif Trump hanya memberikan kepastian berusaha selama 90 hari.

“Dalam kerangka waktu [90 hari] tersebut, Indonesia idealnya sudah menciptakan kesepakatan tarif dagang baru dengan AS. Tapi secara realistis ya belum tentu bisa tercapai,” ujarnya.

Namun, Shinta menyebut bukan karena pemerintah yang tidak mendesak melainkan secara realistis, kapasitas AS untuk melakukan perundingan dagang dengan 70 lebih dalam waktu singkat sangat terbatas.

Belum lagi, sambung dia, efisiensi kinerja AS yang mungkin juga terganggu karena perombakan birokrasi alias pemutusan hubungan kerja (PHK) masal di internal. Alhasil, pihak AS akan kewalahan.

“Apalagi, kita tidak tahu bagaimana AS akan memprioritaskan negara mana yang akan mereka dahulukan untuk melakukan perundingan,” sambungnya.

Di samping itu, dari perkembangan yang ada, Shinta mengungkap pelaku usaha di Indonesia melihat kebijakan tarif pemerintah AS yang tidak terstruktur.

Apindo juga meragukan parameter sentralisme terhadap kepentingan pasar AS lantaran kebijakan tarif tinggi sangat menekan konsumen dan pelaku pasar AS. Di sisi lain, pemerintah AS yang acuh.

“Jadi sulit bagi kita sebagai pelaku usaha non-AS untuk bergantung pada arah kebijakan pemerintah AS pada saat ini,” tuturnya.

Dunia usaha melihat apa pun kebijakan tarif Trump saat ini, pada kenyataannya ekspor Indonesia tetap dikenakan beban tarif tambahan. Ditambah, fluktuasi pasar global tetap terjadi dan tetap merugikan stabilitas makro ekonomi nasional, terutama di sisi moneter dan stabilitas nilai tukar.

Shinta menambahkan bahwa risiko dumping dari negara lain, khususnya China yang masih saling retaliasi tarif dengan AS, masih sangat tinggi. Bahkan, risiko banjir produk impor yang di-dumping kian meningkat dengan semakin hilangnya tanda-tanda rekonsiliasi AS—China.

Untuk itu, dia meminta agar Indonesia harus tetap mengupayakan negosiasi untuk mencapai kesepakatan perdagangan bilateral untuk penghapusan tarif bagi berbagai produk ekspor nasional.

“Indonesia harus fokus mempercepat reformasi kemudahan melakukan bisnis dan efisiensi iklim usaha atau investasi di dalam negeri,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper