Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan alias Kemenkeu meyakini 'guncangan global' akibat penerapan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump menjadi penyebab utama IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman menjelaskan tarif Trump tersebut bukan hanya kontroversial, namun sangat tidak pasti. Dia mencontohkan, satu hari Trump bilang A namun hari berikutnya bilang B.
"Itu tentu saja membuat semua negara di dunia ini termasuk Indonesia, akhirnya juga sedikit banyak pasti akan bingung bagaimana kita membuat policy [kebijakan] responnya," ungkap Luky dalam Musrenbang RPJMD 2026—2029 & RKPD 2026 DKI Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Dia pun tak heran, dalam laporan World Economics Outlook edisi April 2025, International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari sebelumnya 3,3% menjadi 2,8% pada tahun ini.
Dalam laporan yang sama, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia dari sebelumnya 5,1% menjadi 4,7% pada 2025.
"Itu proyeksi dari IMF yang baru saja keluar kemarin, jadi masih fresh from the oven. Jadi intinya adalah apa yang terjadi di luar sana, di global sana, itu ternyata goncangannya sangat besar," jelas Luky.
Baca Juga
Dia menjelaskan, tekanan global selalu bertransmisi ke perekonomian domestik melalui dua cara. Pertama, melalui sektor keuangan.
Luky mencontohkan, beberapa waktu belakangan pergerakan nilai tukar rupiah, pasar saham, hingga imbal hasil surat berharga negara (SBN) bergerak dinamis dengan sangat tidak menentu.
Kedua, melalui sektor riil. Menurutnya, kebijakan tarif Trump akan mempengaruhi penciptaan lapangan kerja hingga indikator pembangunan seperti kemiskinan.
Oleh sebab itu, dia menyatakan pemerintah pusat maupun daerah harus mewaspadai ancaman eksternal. Luky mengingatkan Indonesia sudah berhasil melewati sejumlah ancaman global dengan cukup impresif seperti pada saat pandemi Covid-19.
"Salah satu lesson learned-nya [pelajaran pentingnya] adalah ternyata instrumen APBN termasuk APBD itu harus kita selalu fungsikan sebagai shock absorber [peredam guncangan]," ungkapnya.
Luky pun menyatakan harus ada fleksibilitas dalam penyusunan APBN dan APBD. Selain itu, sambungnya, efisiensi anggaran yang sudah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto sebelum eskalasi perang dagang menjadi sangat relevan.
Dengan begitu, Luky mengklaim anggaran akan diarahkan untuk program-program yang memberikan efek penggandaan yang besar dan dampak nyata bagi masyarakat.