Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Wulan Fitriana

NHRG Research Group, Power System Laboratory ITBRace

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Distorsi Tarif & Prinsip Fair Trade

Setelah kebijakan tarif baru AS diberlakukan, ekspor dari Singapura ke AS melonjak tajam.
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan tarif impor sebesar 32% dari Pemerintahan Trump terhadap barang ekspor Indonesia akan menaikkan harga produk ekspor serta memaksa produsen menyesuaikan kapasitas industri. Hal ini cukup krusial.

Setelah kebijakan tarif baru AS diberlakukan, ekspor dari Singapura ke AS melonjak tajam. Bukan karena ledakan produksi atau sebagai produsen utama barang ekspor tersebut.

Lonjakan ini muncul karena negara-negara Asean seperti Indonesia dan Vietnam memilih mengalihkan jalur ekspor melalui Singapura, yang hanya dikenai tarif 10%, dibandingkan 32%–49% untuk negara mereka sendiri. Singapura menjadi perantara dagang tanpa menambah nilai, hanya sebagai jalur pengalihan untuk menghindari beban tarif.

Singapura dapat berperan sebagai perantara dagang tanpa proses produksi atau nilai tambah. Singapura dapat di analogikan sebagai “calo resmi” Asean dalam sistem perdagangan global. Jalur perdagangan pun menjadi berputar: barang dari negara produsen seperti Indonesia dan Vietnam atau Thailand harus melalui jalur mahal demi menghindari tarif tinggi.

Transit ke Singapura bukan efisiensi, tetapi menambah biaya logistik, memperpanjang waktu pengiriman, dan menurunkan efisiensi rantai pasok. Hal ini bukan strategi dagang, karena justru menimbulkan distorsi ekonomi dan ketimpangan regional.

Fenomena ini memperlihatkan celah besar dalam desain tarif dan menegaskan perlunya rekonstruksi sistem perdagangan yang lebih adil dan efisien.

Berdasarkan data dari Biro Sensus AS, pada Januari 2025, impor AS dari Singapura mencapai US$4,37 miliar. Adapun laporan Reuters menunjukkan bahwa pada Februari 2025, output manufaktur Singapura mengalami penurunan 1,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Data tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan ekspor dari Singapura ke AS kemungkinan besar disebabkan oleh pengalihan jalur ekspor dari negara-negara Asean lainnya melalui Singapura, bukan karena peningkatan produksi domestik.

Dalam dinamika perdagangan internasional, negara-negara besar cenderung memiliki daya tawar lebih kuat sehingga mampu merundingkan perlakuan tarif yang lebih menguntungkan. Sebaliknya, negara berkembang sering kali hanya berperan di pinggiran proses negosiasi, sehingga tidak memperoleh manfaat setara dari sistem perdagangan global itu.

Sayangnya, di tengah kompleksitas ini, negara-negara Asean justru lebih sering memilih jalur perundingan dagang secara individual. Alasannya lebih karena fleksibilitas. Namun, integrasi ekonomi regional menjadi patut dipertanyakan.

Praktik bilateral semacam ini justru melemahkan posisi tawar Asean secara keseluruhan dan dapat mengikis esensi tujuan pembentukan Asean Economic Community (AEC) untuk memperkuat kerja sama ekonomi intra kawasan, mewujudkan kawasan Asean sebagai pasar dan basis produksi tunggal yang terpadu, dan kompetitif.

Ketika masing-masing negara melakukan perundingan secara mandiri, dalam tata kelola perdagangan global dapat berpotensi menciptakan ketimpangan dan fragmentasi kebijakan di antara negara-negara anggota. Sebaliknya, jika pendekatan perundingan dilakukan secara kolektif maka dapat memberikan kekuatan yang lebih besar terutama bagi negara Asean.

Dalam hal ini Uni Eropa dapat dijadikan sebagai parameter, yang mana kebijakan dagang dijalankan secara terkoordinasi dan berbasis pada kerangka hukum yang mengikat.

Meskipun model integrasi Asean berbeda, prinsip dan kekuatan negosiasi secara kolektif masih relevan untuk diadaptasi. Dalam dinamika geopolitik dan ekonomi global yang makin kompetitif, penguatan integrasi regional merupakan kebutuhan strategis, bukan sekadar normatif belaka.

Dalam kerangka globalisasi, efisiensi sering diposisikan sebagai prinsip utama yang menggerakkan arus barang, jasa, dan modal lintas negara. Namun, dalam praktiknya tidak demikian logika efisiensi ini kerap digunakan untuk memanfaatkan strategi celah dalam sistem tarif dan regulasi perdagangan internasional. Negara atau pelaku usaha tertentu memilih jalur dagang yang lebih panjang semata-mata untuk menghindari beban tarif.

Isu tersebut menjadi patut dipertanyakan, apakah sistem perdagangan global saat ini masih benar-benar diarahkan untuk menciptakan keadilan dan efisiensi?

Ketika struktur tarif dan perjanjian dagang dimanfaatkan secara asimetris, maka yang terjadi bukanlah persaingan sehat, melainkan distorsi yang merugikan negara-negara berkembang dan memperdalam ketimpangan global. Tanpa rekonstruksi dan sinergi kebijakan yang solid, Asean hanya akan memberikan dampak simbolik dalam dinamika ekonomi global yang makin kompetitif dan terfragmentasi.

Oleh karena itu, kebijakan tersebut dikaji secara ulang dan di rekonstruksi dengan menekankan prinsip transparansi, keadilan, dan keberlanjutan.

Struktur tarif dan jalur logistik antarnegara harus segera ditinjau ulang agar tidak mencederai semangat integrasi, termasuk sistem yang memungkinkan peralihan jalur hanya demi menghindari tarif, bukan karena alasan produksi atau efisiensi.

Rekonstruksi ini penting agar perdagangan internasional tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi menjadi instrumen pembangunan yang inklusif dan efisien secara sistemik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Wulan Fitriana
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper