Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Bisa Tambah Ekspor US$6,4 Miliar ke AS dengan Tarif Trump, Kok Bisa?

Tarif Trump yang berlaku ke Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang menjadi eksportir pakaian dan alas kaki ke AS, sehingga menjadi peluang.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia berpotensi menambah nilai ekspor ke Amerika Serikat sekitar US$6,4 miliar meski ada ancaman tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump, terutama untuk komoditas pakaian dan alas kaki.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Handi Risza Idris menjelaskan bahwa Indonesia dikenai tarif bea masuk sebesar 32% oleh AS. Untungnya, tarif tersebut masih lebih rendah daripada yang dikenai AS ke China (setidaknya 54%), Vietnam (46%), Kamboja (49%), hingga Bangladesh (37%).

Handi memaparkan bahwa dibandingkan Indonesia, negara-negara tersebut mengekspor lebih banyak produk pakaian dan alas kaki ke AS. Untuk produk alas kaki (HS64) misalnya, nilai ekspor Indonesia (US$2,6 miliar) ke AS jauh lebih rendah dari China (US$10,3 miliar) dan Vietnam (US$9,1 miliar).

Begitu juga produk pakaian (HS62), nilai ekspor Indonesia (US$2,1 miliar) ke AS jauh lebih rendah dari China (US$7,8 miliar), Vietnam (US$6,8 miliar), maupun Bangladesh (US$4,8 miliar).

"Dengan adanya perbedaan tarif ini, tentu kita diharapkan ini bisa menggenjot barang kita yang kita bisa ekspor ke Amerika. Dengan asumsi, barang Vietnam, barang Bangladesh, atau barang China itu jauh lebih mahal dibandingkan barang kita," ujar Handi dalam diskusi publik Indef secara daring, Jumat (25/4/2025).

Berdasarkan perhitungan wakil rektor Universitas Paramadina itu, jika Indonesia bisa mengambil 10% saja pangsa produk-produk pakaian dan alas kaki dari China, Vietnam, Bangladesh, hingga Kamboja di pasar AS maka terdapat potensi tambahan nilai ekspor hingga US$6,4 miliar.

"Oleh sebab itu, apa yang dilakukan oleh pemerintah, bagi kondisi kita hari ini, mungkin bisa jadi tepat, ketimbang kita melakukan retaliasi seperti yang dilakukan oleh China," jelas Handi.

Lebih lanjut, dia melihat penerapan tarif resiprokal Trump ke perekonomian Indonesia tidak akan terlalu berdampak terlalu signifikan. Menurutnya, ekspor Indonesia ke AS itu hanya berkontribusi sekitar 2,2% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB).

Hanya saja, dia mengingatkan bahwa pangsa pasar AS juga besar sehingga harus tetap dijaga. Bagaimanapun, AS menjadi tujuan ekspor terbesar kedua barang-barang Indonesia setelah China.

Oleh sebab itu, Handi melihat ancaman tarif Trump sebagai peluang terutama dengan adanya selisih tarif dengan negara-negara mitra AS lainnya. Dia pun mendukung upaya negosiasi pemerintah dengan AS, namun tetap tak boleh melupakan kepentingan nasional.

"Saya ngasih catatan di sini, jangan sampai kedaulatan ekonomi kita tergadai. Menurut saya seperti QRIS ya, TKDN ya, atau apa yang memang itu sudah menjadi produk unggulan kita, itu jangan kita korbankan," ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper