Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Perang Dagang, Pengusaha Tekstil Siapkan Investasi Rp4,21 Triliun

Industri hulu tekstil berencana mengucurkan investasi sebesar US$250 juta atau Rp4,21 triliun untuk mengantisipasi efek perang dagang imbas tarif Trump.
Pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik tekstil di Bandung, Jawa Barat, Bisnis/Rachman
Pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik tekstil di Bandung, Jawa Barat, Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Industri hulu tekstil berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan investasi sebesar US$250 juta atau Rp4,21 triliun. Investasi yang merupakan reaktivasi maupun penambahan produksi baru. 

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan penambahan kapasitas tersebut dilakukan sebagai efek dari potensi pengenaan tarif resiprokal AS dan tambahan tarif 10%. 

"Yang dilakukan pemerintahan Donald Trump tidak hanya mengubah peta persaingan dagang, tapi juga peta investasi termasuk di dalamnya sektor tekstil dan produk tekstil (TPT)," kata Redma dalam siaran persnya, Senin (28/4/2025). 

Perubahan peta perdagangan global tersebut akhirnya memicu beberapa rencana investasi baru dan reaktifasi kapasitas produksi di sektor hulu tekstil khususnya polyester akibat perubahan peta ini.

Sebab, produsen hulu tekstil tengah bersiap untuk mengalihkan pasar AS ke pasar domestik. Meskipun, tak dapat dipungkiri pasar domestik masih diadang berbagai tantangan. 

"Selain menargetkan pasar ekspor ke Amerika Serikat (AS), utamanya mereka menargetkan pasar domestik karena besarnya konsumsi masyarakat Indonesia" ujarnya. 

Menurut Redma, dalam kondisi normal konsumsi serat polyester dan filament nasional dapat mencapai 1,4 juta ton. Adapun, konsumsi pada tahun lalu hanya sekitar 880.000 ton dengan share impor 54%. 

Dia menerangkan bahwa rencana investasi dan re-aktifasi kapasitas produksi ini menguat setelah Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan memastikan bahwa importasi TPT tetap memerlukan PI (Persetujuan Impor) dan Pertek (Pertimbangan Teknis).

Terlebih, pemerintah menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) benang filament (POY-DTY) pasca rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (BMAD) menyusul sebelumnya BMAD serat polyester serat safeguard benang pintal, kain tenun dan rajut serta karpet.

"3 anggota APSyFI siap mere-aktifasi kapasitas produksi ditahun ini dan 1 perusahaan PMA akan masuk dan mulai beroperasi tahun depan, secara keseluruhan akan memberikan tambahan produksi 190.000 serat polyester, 250.000 POY dan 50.000 DTY dengan total investasi sekitar US$250 juta" jelas Redma. 

Bahkan, terdapat 2 investasi asing lainnya di sektor hulu yang tengah menjajaki potensi untuk relokasi ke Indonesia. Untuk itu pihaknya meminta agar pemerintah secara konsisten menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang impor dan melakukan negosiasi yang cermat dengan pemerintah AS agar mendapatkan penurunan tarif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper