Bisnis.com, JAKARTA — Negara-negara besar di pasar negara berkembang berusaha untuk mengubah kelompok BRICS menjadi forum global yang mampu menangani kekacauan ekonomi dan politik yang ditimbulkan oleh tarif Trump.
Melansir Bloomberg, para menteri luar negeri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan bertemu pada Senin (28/4/2025) untuk pertama kalinya sejak kebijakan-kebijakan Trump menjungkirbalikkan ekonomi dunia dan lembaga multilateral seperti G20, di mana konsensus tidak dapat dicapai.
Konidisi ini menempatkan BRICS pada posisi untuk meraih pengaruh global yang telah lama dicari oleh anggota-anggotanya yang paling terkemuka, terutama setelah BRICS memperluas daftar anggotanya dengan memasukkan negara-negara baru—Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Blok ini sekarang menyumbang sekitar setengah dari populasi planet Bumi dan sekitar 40% dari PDB global.
Selama pertemuan dua hari di Rio de Janeiro, para menteri luar negeri BRICS akan mencurahkan banyak waktu untuk mendiskusikan bagaimana merespons tarif Trump. China, yang menghadapi pungutan 145% untuk sebagian besar ekspor ke Amerika Serikat (AS), telah mengindikasikan bahwa mereka ingin memanfaatkan pertemuan ini untuk melawan AS.
Ketika ditanya mengenai ekspektasi China terhadap pertemuan tersebut dalam sebuah konferensi pers pekan lalu, juru bicara kementerian keuangannya tidak menyebutkan nama AS, tetapi mengkritik pihak-pihak yang “memegang tongkat besar tarif, menyabotase keadilan dan ketertiban internasional, dan meningkatkan risiko keamanan global.”
Baca Juga
Juru bicara tersebut juga menyerukan “kerja sama yang lebih erat” dan “upaya bersama” di antara negara-negara BRICS.
Dalam sebuah pernyataan yang akan diterbitkan pada Selasa (29/4/2025), para menteri luar negeri BRICS akan memiliki kata-kata yang kuat terhadap langkah-langkah sepihak dalam perdagangan, tanpa mengutip Trump atau AS, menurut dua pejabat pemerintah Brasil seperti dilaporkan Bloomberg.
Sementara negara-negara lain ingin agar kelompok ini menegur Trump secara terbuka, hal itu bukanlah pandangan konsensus di antara para anggotanya, kata mereka, yang meminta agar tidak disebutkan namanya untuk membicarakan diskusi yang sedang berlangsung.
Kemampuan untuk menemukan konsensus di antara berbagai sudut pandang yang berbeda adalah hal yang harus ditunjukkan oleh BRICS untuk membuktikan bahwa mereka dapat menghindari perpecahan yang mendalam yang telah mengikis keefektifan lembaga-lembaga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan G20.
Mempertahankan Multilateralisme
Dalam pertemuannya, para menteri luar negeri akan memulai pembicaraan mengenai prioritas kepresidenan BRICS selama setahun, seperti tindakan yang lebih agresif terhadap perubahan iklim, peningkatan kerja sama kesehatan masyarakat, meningkatkan hubungan perdagangan antara negara-negara anggota, dan mempertahankan gagasan multilateralisme.
Para pejabat Brasil memperingatkan bahwa tujuan dari blok ini, tidak pernah untuk menantang kepemimpinan internasional AS atau membongkar tatanan global yang dipimpin oleh Washington dan Barat.
Duta besar Brasil Mauricio Lyrio pada Februari lalu sebelumnya menyampaikan pandangan bahwa BRICS adalah blok anti-Amerika adalah sepenuhnya salah.
“Blok ini dibentuk untuk mendorong perkembangan negara-negara berkembang, bukan untuk memusuhi negara-negara kaya,” tuturnya.
BRICS mempertahankan multilateralisme yang potensial pada saat Trump hanya ingin bilateral dan mundur dari berbagai lembaga maupun kesepakatan global.
Sinyal negara-negara BRICS dapat meningkatkan upaya mereka untuk mengisi kekosongan ketika Brasil dan PBB menyelenggarakan sebuah acara virtual mengenai perubahan iklim yang dihadiri oleh lebih dari selusin pemimpin dunia pada pekan lalu.
Trump dan AS tidak diundang. Sebaliknya, yang diundang adalah Presiden China Xi Jinping, yang berjanji bahwa negaranya akan tetap berkomitmen pada kerja sama global dalam perang melawan iklim “terlepas dari perubahan lanskap internasional”.
Perkuat Hubungan Dagang
Hal ini juga merupakan unjuk kekuatan bagi Luiz Inacio Lula da Silva dari Brasil, yang mengajak para pemimpin seperti Xi, Emmanuel Macron dari Prancis, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen untuk mempersiapkan negaranya menjadi tuan rumah KTT iklim PBB pada November 2025.
Meskipun tidak menjabat sebagai presiden G20 tahun lalu, Lula terus menegaskan dirinya dalam diskusi-diskusi besar dunia. Dia memainkan peran kunci dalam negosiasi akhir kesepakatan perdagangan antara Uni Eropa dan Mercosur, serikat pabean Amerika Selatan, pada akhir 2024. Baik Macron maupun Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga meminta suaranya dalam perdebatan global tentang kecerdasan buatan.
“Brasil semakin memainkan peran kepemimpinan dalam geopolitik, dengan menjadi tuan rumah KTT BRICS tahun ini, mendorong kesepakatan Mercosur, berusaha meningkatkan perdagangan intra-regional dan secara umum menjadi vokal dalam membela institusi multilateral dan sistem perdagangan multilateral,” ujar Jimena Zuniga, analis Geoekonomi Amerika Latin di Bloomberg Economics.
Kini Lula mendorong negara-negara BRICS untuk meningkatkan hubungan perdagangan di antara mereka sendiri untuk meningkatkan kekuatan mereka secara global dan menentang keputusan-keputusan sepihak dari Trump dan AS.
Duta Besar Brasil Lyrio menyampaikan saat ini BRICS tidak membahas terkait mata uang bersama yang menyulut ancaman tarif 100% dari Trump terhadap anggota-anggota blok ini.
Namun demikian, Brasil ingin melanjutkan upaya-upaya untuk mengembangkan sistem pembayaran lokal dan instrumen-instrumen yang dapat memfasilitasi perdagangan dan investasi antar negara dengan lebih baik.