Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha tekstil berharap pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) nantinya jangan sampai menjadi alat untuk mengkriminalisasi pengusaha.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menuturkan, pembentukan Satgas PHK itu adalah bagian dari model resolusi konflik untuk mencegah terjadinya PHK yang masif dan meluas. Menurut Danang, pelaku usaha bisa memahami desakan munculnya Satgas yang akan dibentuk Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Namun, dia menggarisbawahi bahwa juga perlu dilihat regulasi-regulasi yang sudah ada. Khususnya, regulasi yang diambil dengan melibatkan tripartit antara pekerja, pemerintah, dan pengusaha.
"Salah satu pemikiran saya yang perlu dikemukakan adalah fungsionalitas dan tujuan satgas ini. Hal ini cukup mengkhawatirkan siapapun pelaku usaha, terutama sektor padat karya," kata Danang kepada Bisnis, Kamis (1/5/2025).
Menurutnya, Satgas PHK bisa saja beralih fungsi dari yang sebelumnya adalah misi pencegahan PHK, menjadi satgas audit finansial perusahaan sehingga tujuannya bergeser menjadi hukuman bagi pengusaha.
Danang berpendapat, dalam pergeseran fungsi macam ini, maka pengusaha akan menjadi korban dan ketakutan untuk membuka usaha atau memperluas usahanya.
Baca Juga
"Satgas PHK jangan sampai menjadi tools untuk kriminalisasi pengusaha," kata Danang mengingatkan.
Selain itu, dia juga mengingatkan jangan sampai peran Satgas PHK tumpang tindih dengan berbagai kelembagaan yang sudah ada.
Lebih lanjut, Danang mengatakan, pada prinsipnya tidak ada dunia usaha tanpa buruh dan tidak ada buruh tanpa pengusaha. Oleh karena itu, pengusaha dan pekerja adalah dua sisi mata uang. Untuk itu, harus ada saling pengertian dan saling penghormatan.
Namun, dia mengakui bahwa dalam perjalanannya, hubungan industrial tidak selalu lancar. Sebab, ada kejadian-kejadian yang memicu konflik antara perusahaan dengan pekerja.
"Bisa saja salah satu unsur itu menjadi penyebab konflik. Contoh kejadian PHK massal di perusahaan sepatu PT Yihong itu ditengarai oleh mogoknya semua pekerja, padahal hanya dipicu oleh konflik kecil beberapa pekerja dengan manajemen," kata Danang.
"Ada juga PHK yg diakibatkan oleh kegagalan finansial dari manajemen perusahaan. Misalnya, Yamaha Music atau Sritex karena adanya gugatan kepailitan. Jadi, PHK bisa diakibatkan oleh berbagai macam penyebab," imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberikan 'kado' kepada para buruh bertepatan pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, Kamis (1/5/2025).
Prabowo memerinci, kado kebijakan itu mencakup pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, pembentukan Satgas PHK, serta dorongan percepatan pengesahan sejumlah undang-undang yang menyentuh langsung kehidupan pekerja.
“Kami tidak akan membiarkan pekerja di-PHK seenaknya. Bila perlu, negara akan turun tangan,” tegas Prabowo saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas) siang ini.
PHK Meningkat di Awal Tahun 2025
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat 18.610 pekerja terkena PHK dalam kurun Januari—Februari 2025.
Lebih terperinci, jumlah PHK pada Januari 2025 mencapai 3.325 orang. Kemudian, jumlah karyawan yang terkena PHK itu melonjak pada Februari, yakni menjadi 18.610 orang.
Dengan kata lain, terdapat tambahan PHK sekitar 15.285 orang dari Januari ke Februari. Kemenaker juga mencatat jumlah PHK pada Februari 2025 paling banyak berada di Provinsi Jawa Tengah.
"Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 57,37% dari jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan," tulis Kemenaker dalam dalam ikhtisar data di situs Satu Data.
Berdasarkan data Kemenaker, Jumlah PHK di Jawa Tengah mencapai 10.677 orang pada Februari 2025. Ini cukup pesat mengingat pada Januari tidak ada PHK di provinsi tersebut.
Selanjutnya, jumlah PHK terbanyak pada Februari diikuti oleh Provinsi Riau, yakni 3.530 orang. Jumlah PHK di Riau ini meningkat dibanding Januari yang mencapai 323 orang saja.
Kemudian, jumlah PHK DKI Jakarta mencapai 2.650 orang pada Februari 2025. Jumlah ini sama dengan PHK pada Januari 2025 di provinsi tersebut.
Lalu, jumlah PHK di Jawa Timur mencapai 978 orang pada Februari 2025. Angka ini melonjak mengingat tidak ada jumlah PHK di Jawa Timur pada Januari 2025.
Selanjutnya, jumlah PHK di Provinsi Banten mencapai 411 orang pada Februari 2025. Angka ini juga melonjak dari jumlah PHK pada Januari yang mencapai 149 orang.