Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pakar menilai penerimaan pajak akan membaik beberapa bulan ke depan, usai muncul tren perbaikan beberapa bulan belakangan.
Dalam laporan perkembangan APBN per Maret 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa penerimaan pajak 'hanya' mencapai Rp322,6 triliun. Jumlah tersebut turun 18,1% dibandingkan realisasi penerimaan pajak periode yang sama tahun lalu sebesar Rp393,9 triliun.
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono menilai perkembangan realisasi APBN masih aman, meskipun harus tetap diwaspadai.
Prianto menjelaskan bahwa meski secara kumulatif (Januari—Maret 2025) realisasi penerimaan pajak masih turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, namun secara bulanan sudah terlihat adanya perkembangan positif.
Periode | 2024 | 2025 | Keterangan |
Januari | Rp183,8 triliun | Rp159,1 triliun | Kontraksi |
Februari | Rp146 triliun | Rp139,8 triliun | Kontraksi |
Maret | Rp156,3 triliun | Rp168,1 triliun | Rebound |
"Rebound di atas berasal dari penerimaan PPh 21 [pajak penghasilan karyawan], PPh 25 terutama sektor pertambangan, dan PPN DN [pajak pertambahan nilai dalam negeri]," jelas Prianto kepada Bisnis, Kamis (1/5/2025).
Periode PPh 21 | 2024 | 2025 | Keterangan |
Januari | Rp28,4 triliun | Rp16,1 triliun | Kontraksi |
Februari | Rp15,1 triliun | Rp11,4 triliun | Kontraksi |
Maret | Rp20,8 triliun | Rp21,5 triliun | Rebound |
Baca Juga
Periode PPh 25 | 2024 | 2025 | Keterangan |
Januari | Rp18,9 triliun | Rp18,5 triliun | Kontraksi |
Februari | Rp20,4 triliun | Rp21,3 triliun | Rebound |
Maret | Rp19,4 triliun | Rp 21,3 triliun | Rebound |
Oleh sebab itu, dia melihat perkembangan positif tersebut dapat menjadi tren ke depannya apabila otoritas bisa menjaga pertumbuhan ekonomi dan konsumsi dalam negeri.
Bagaimanapun, sambungnya, pertumbuhan ekonomi akan membuka lebih banyak lapangan kerja sehingga memberi dampak positif kepada daya beli (yang berdampak positif ke PPN DN) dan setoran PPh 21.
Selain itu, ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini menekankan pentingnya pemerintah harus mencermati volatilitas usaha sektor pertambangan (tembaga dan bijih logam).
"Sumbangan positif dari sektor tersebut di Januari—Maret 2025 harus tetap dijaga," kata direktur eksekutif Pratama-Kreston Tax Reserch Institute itu.
Dengan demikian, Prianto meyakini belum perlu adanya tinjauan ulang atas asumsi makro yang sudah ditetapkan di awal. Menurutnya, penerimaan masih bisa tetap menggunakan asumsi makro yang sudah ada asal perkembangan positif pada Maret bisa terus berlanjut.
Besarnya Restitusi
Senada, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar realisasi penerimaan pajak masih turun dibandingkan tahun lalu namun sudah terjadi perbaikan.
Fajry menilai penurunan penerimaan pajak pada awal tahun terjadi karena besarnya nilai restitusi pajak yang tak lepas dari besarnya lebih bayar pajak akibat penerapan kebijakan efektif rata-rata (TER) atas PPh 21 yang mulai belaku Januari 2024.
"Saya melihat jika penyebabnya tersebut tidak terulang pada bulan-bulan selanjutnya, jadi hanya di awal tahun [klaim lebih bayar hanya di awal tahun]. Untuk itu, kinerja penerimaan pajak ke depan akan terus membaik," kata Fajry kepada Bisnis, Kamis (1/5/2025).
Hanya saja, dia mengaku ke depan pemerintah masih mempunyai tugas berat terutama menghadapi ancaman penerapan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump. Kebijakan tersebut diyakini akan memperlambat perekonomian global.
Terlihat dari laporan terbaru IMF dan Bank Dunia yang menurunkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% pada 2025.
"Jika realisasi pertumbuhan ekonomi jauh dari yang diasumsikan dalam APBN maka ada peningkatan risiko pelebaran shortfall penerimaan dan membuat target penerimaan pajak semakin sulit untuk dikejar," ungkap Fajry.
Belum lagi beberapa harga komoditas energi seperti batubara dan minyak bumi diperkirakan akan turun lebih dari 20% dibandingkan tahun lalu sehingga pemasukan negara dari bea keluar hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga bisa menurun.
Tak sampai situ, Fajry takut eskalasi perang dagang antara AS dan China akan membuat Indonesia kebanjiran produk dari Negeri Tirai Bambu. kibaynya, sektor manufaktur dalam negeri tertekan.
"Pada akhirnya berdampak pada kontribusi penerimaan pajak dari sektor pengolahan. Terlihat, dalam tiga tahun terakhir kontribusi penerimaan pajak dari sektor pengolahan terus menurun," ujarnya.
Meski demikian, dia melihat jika kondisi APBN pada tahun ini akan tetap aman selama dikelola secara teknokratis oleh orang yang tepat.