Adapun, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur berharap muncul kebijakan domestik yang berfokus pada peningkatan daya saing industri padat karya.
"Mebel dan kerajinan Indonesia punya keunggulan dari sisi bahan baku dan keunikan desain, tapi harus dikawal dengan ekosistem yang adaptif dan berpihak pada sektor riil, supaya bisa bertahan di tengah turbulensi global yang makin sengit," ujarnya.
Menurutnya, industri padat karya membutuhkan akses pembiayaa fleksibel, terutama untuk modal kerja dan restrukturisasi. Selain itu, kepastian kebijakan dalam negeri yang lebih baik, terutama terkait perpajakan, regulasi ekspor, dan kemudahan logistik.
"Skema insentif untuk reindustrialisasi dan hilirisasi juga penting agar pelaku bisa bertransformasi naik kelas, bukan sekadar bertahan hidup. Dukungan promosi dan penetrasi pasar luar negeri selain AS juga penting, karena ini biayanya mahal. Butuh dukungan dari pemerintah," tambah Sobur.
Senada, Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menjelaskan bahwa bantuan dari pemerintah dalam rangka penetrasi pasar ke negara selain AS merupakan kunci, agar arus investasi masuk bisa tetap mengalir deras.
"Karena tarif Trump bukan hanya menyebabkan ketidakpasian global, tapi juga berdampak pada geliat sektor perikanan dari hulu sampai ke hilir. Mulai budidaya dan penangkapan sampai ke pengolahan, di mana notabene memiliki tenaga kerja jutaan orang," katanya.
Baca Juga
Sebagai contoh, hasil produk perikanan budidaya asal Indonesia hingga kini masih mendapatkan hambatan tarif maupun nontarif dari Uni Eropa, Arab Saudi, dan Rusia. Oleh sebab itu, bantuan terkait sertifikasi dan invetasi dalam rangka memenuhi spesifikasi negara tujuan ekspor tersebut juga sangat diperlukan dunia usaha.
"Untuk Eropa, udang dan tuna dari sini masih kena tarif. Kemudian, ada juga nontarif berupa pembatasan eksportir dan jaminan food safety. Begitu juga di Arab Saudi dan Rusia. Ini butuh sentuhan pemerintah. Mereka perlu diyakinkan oleh pemerintah bahwa produk akuakultur kita bisa memenuhi itu semua," tambah Budhi.
Bergeser ke industri komponen, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Rachmad Basuki berharap konsistensi sikap pemerintah untuk konsisten mendukung pemain lokal menjadi bagian rantai pasok global, terutama di sektor kendaraan elektrifikasi.
"Komponen permintaan lagi turun, baik untuk domestik maupun ekspor. Hanya saja, karena saat ini sudah ada tren transisi ke kendaraan elektrifikasi seperti hibrida dan listrik, mulai ada geliat investasi ke arah komponen-komponen itu," ujarnya.
Terakhir, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman menekankan bahwa ketidakpastian kebijakan di dalam negeri justru berpotensi membuat investor kabur dari Indonesia.
"Dukungan bagi industri dalam negeri terutama agar pemerintah mengeluarkan instrumen-instrumen non-tariff measures [NTMs], demi mengamankan pasar domestik supaya tidak jadi semacam tempat sampah bagi negara produsen yang terdampak perang dagang," tegasnya.