Bisnis.com, JAKARTA — PT Timah Tbk (TINS) mengungkapkan potensi monasit di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 25.700 ton. Hal ini membuat perusahaan terus berupaya mempercepat pengembangan Pilot Plant Logam Tanah Jarang (LTJ) di Tanjung Ular, Kabupaten Bangka Barat yang stagnan selama 1 dekade terakhir.
Monasit merupakan salah satu logam tanah jarang ikutan yang berasal dari kegiatan penambangan bijih timah. Direktur Operasi dan Produksi Timah Nur Adi Kuncoro mengatakan, potensi tanah jarang di Bangka Belitung itu bisa terus meningkat.
"Ini adalah potensi yang perlu kami detailkan lagi sejauh mana data ini kita bisa tingkatkan menjadi cadangan yang tentunya bisa kita ubah untuk melakukan kajian terhadap logam tanah jarang tersebut," ucapnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (14/5/2025).
Nur Adi memerinci dari distribusi logam tanah jarang yang ada, lima besarnya adalah Cerium, Lanthanum, Neodymium, Yttrium, dan Praseodymium. Menurutnya, kelima mineral itu mempunyai nilai yang cukup signifikan.
"Ini presentasenya dari 3%-35% yang terkandung dari sisi mineral monasit tersebut," jelas Nur Adi.
Menurutnya, Indonesia memiliki kemampuan untuk memproses logam tanah jarang atau rare earth element (REE) di dalam negeri. Oleh karena itu, pihaknya melakukan kerja sama riset untuk pengembangan teknologi yang bisa gunakan di dalam menghasilkan logam tanah jarang tersebut.
"Kami juga sudah berkoordinasi, bekerjasama dengan penyuplai teknologi yang memang cukup andal di dalam hal ini dan beberapa yang kita lakukan adalah dengan LCM, SRC, CREC, dan Taza Metal yang terus kita diskusikan untuk menghasilkan logam tanah jarang tersebut," jelasnya.
Baca Juga
Susah Cari Partner
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Timah Restu Widiyantoro mengatakan, perusahaan sudah berusaha melakukan pengembangan pengolahan LTJ ini sejak 10 tahun terakhir. Namun, keterbatasan teknologi menjadi penghalang besar.
"Sampai dengan hari ini, kami akui progresnya sangat terbatas karena yang memiliki teknologi ini ternyata hanya satu atau dua pihak yang ada di dunia," kata Restu
Dia menyebut, perusahaan sedang melakukan komunikasi dan penjajakan dengan pihak lain yang memiliki teknologi untuk pengolahan LTJ. Kendati demikian, pihaknya belum mendapatkan hasil yang maksimal.
Restu mengatakan, negara yang memiliki teknologi pengembangan LTJ saat ini adalah China dan Kazakhstan. Teknologi pengolahan LTJ tersebut juga dapat menjadi bahan bakar nuklir.
"Informasinya itu yang memiliki kemampuan untuk mengolah logam tanah jarang ini, bahkan nanti sampai menjadi bahan campuran untuk nuclear power itu sampai sekarang hanya China atau mohon maaf katanya Kazakhstan dan sebagainya," ujar Restu.