Bisnis.com, JAKARTA — Uni Eropa merespons keras ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang berencana memberlakukan tarif 50% atas produk-produk dari Eropa, di tengah proses negosiasi perdagangan yang masih berlangsung antara kedua belah pihak.
Dikutip dari Reuters, Senin (26/4/2025), Komisi Eropa menegaskan bahwa pendekatan berbasis ancaman bukanlah jalan keluar. Kepala Perdagangan Uni Eropa, Maros Sefcovic, menekankan bahwa Uni Eropa tetap berkomitmen pada pencapaian kesepakatan yang adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Sefcovic mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan komunikasi langsung dengan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, serta Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick. Hal ini dilakukan menyusul usulan Trump yang mendorong pengenaan tarif lebih tinggi terhadap barang-barang asal Eropa mulai 1 Juni.
"Hubungan perdagangan Uni Eropa dan Amerika Serikat tidak tertandingi, dan seharusnya dibangun atas dasar saling menghormati, bukan intimidasi," tulis Sefcovic di platform X. Ia menambahkan, Uni Eropa siap membela kepentingan strategisnya jika diperlukan.
Perdana Menteri Belanda, Dick Schoof, menyatakan bahwa Uni Eropa akan konsisten dengan pendekatan yang telah ditempuh selama ini. Sementara itu, Menteri Perdagangan Prancis, Laurent Saint-Martin, menilai bahwa retorika Trump justru memperburuk iklim negosiasi. “Kami tetap mendorong de-eskalasi, tapi kami tidak akan tinggal diam jika harus menanggapi,” tegasnya.
Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani, dalam pernyataannya kepada kantor berita ANSA menegaskan bahwa tujuan utama Uni Eropa tetap pada kesepakatan tarif nol untuk nol.
Baca Juga
Pengumuman Trump berdampak langsung pada pasar keuangan. Indeks saham global tergelincir, dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang utama, dan euro pun tertekan. Penurunan ini juga dipicu oleh wacana pengenaan tarif 25% atas iPhone yang diproduksi di luar wilayah Amerika Serikat.
Kepala Ekonom Berenberg Holger Schmieding menyebut langkah Trump sebagai potensi eskalasi besar yang bisa mengguncang perekonomian kedua belah pihak. “Uni Eropa tidak bisa tinggal diam, karena kebijakan semacam ini jelas merugikan baik AS maupun Eropa,” ujarnya.
Saat ini, Uni Eropa sudah menghadapi tarif sebesar 25% dari AS untuk produk baja, aluminium, dan kendaraan, serta bea tambahan 10% untuk hampir semua barang lainnya. Tarif tersebut dapat meningkat menjadi 20% setelah masa tenggang 90 hari berakhir pada 8 Juli.
Dalam seminggu terakhir, Washington diketahui telah mengirimkan daftar tuntutan kepada Brussels. AS menuntut penghapusan hambatan non-tarif, termasuk adopsi standar keamanan pangan ala Amerika dan pencabutan pajak layanan digital yang diterapkan sejumlah negara Eropa.
Sebagai respons, Uni Eropa menawarkan kesepakatan timbal balik yang memungkinkan kedua belah pihak menghapus tarif atas barang industri. Selain itu, Eropa juga membuka kemungkinan untuk meningkatkan pembelian gas alam cair (LNG) dan kacang kedelai dari AS, serta mempererat kerja sama dalam isu-isu global seperti kelebihan kapasitas produksi baja — yang kerap dituding sebagai akibat dari kebijakan ekspor Tiongkok.
Panggilan lanjutan antara Sefcovic dan pejabat AS direncanakan menjelang potensi pertemuan tingkat tinggi awal Juni mendatang di Paris.
Robert Sockin, ekonom senior global di Citigroup, memperkirakan Trump menggunakan ancaman tarif sebagai alat tawar-menawar. “Tarif 50% jelas akan mendorong Eropa ke ambang resesi, tapi saya tidak yakin kebijakan itu benar-benar akan diterapkan,” tuturnya.
Trump berdalih bahwa langkah ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan barang AS terhadap Uni Eropa, yang menurut data Eurostat mencapai hampir 200 miliar euro tahun lalu. Namun, fakta menunjukkan bahwa AS justru mencatat surplus yang signifikan di sektor jasa.
Komisi Eropa tetap menegaskan komitmennya pada penyelesaian lewat jalur negosiasi. Namun, jika upaya itu menemui jalan buntu, blok tersebut telah menyiapkan serangkaian langkah balasan. Sebelumnya, UE sempat mengenakan tarif atas impor AS senilai 21 miliar euro, yang kini ditangguhkan, dan telah menyusun daftar tambahan senilai 95 miliar euro sebagai bentuk antisipasi terhadap kebijakan proteksionisme AS.