Bisnis.com, JAKARTA — Para pemimpin negara-negara Asean menyerukan penghentian praktik perdagangan sepihak dalam pernyataan bersama usai KTT Asean di Malaysia pada 26–27 Mei 2025.
Meski tidak secara eksplisit menyebut Amerika Serikat, pernyataan ini mengandung pesan tersirat kepada mitra dagang terbesar kawasan tersebut.
Dalam pernyataan yang dikutip Bloomberg, Rabu (28/5/2025), para pemimpin Asean menyuarakan keprihatinan atas peningkatan tindakan sepihak berupa tarif dan pembatasan investasi yang dinilai kian memperbesar risiko fragmentasi ekonomi global.
"Kami mencatat peningkatan berkelanjutan dalam tindakan sepihak yang berkaitan dengan tarif dan pembatasan perdagangan dan investasi lainnya serta meningkatnya risiko fragmentasi global," tegas para pemimpin ASEAN dalam pernyataan tersebut.
Para pemimpin Asean juga menggarisbawahi tindakan perdagangan sepihak dan pembalasan yang justru kontraproduktif, apalagi jika menimbulkan dampak tidak langsung terhadap perekonomian kawasan.
Kekhawatiran juga dilontarkan terkait membanjirnya pasar Asean oleh produk-produk asal China yang seharusnya ditujukan untuk pasar Amerika Serikat. Hal ini menjadi dampak lanjutan dari kebijakan tarif tinggi yang sebelumnya diberlakukan AS terhadap China.
Baca Juga
Menyikapi situasi tersebut, para pemimpin Asean menginstruksikan pejabat terkait untuk memantau potensi pengalihan arus perdagangan serta menjalin dialog dengan mitra dagang melalui platform yang telah ada demi mencari solusi konstruktif.
Lima negara anggota Asean—Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Kamboja—saat ini termasuk dalam daftar 20 negara dengan defisit perdagangan bilateral terbesar dengan AS.
Bulan lalu, Presiden Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif balasan sebesar 24% hingga 49% terhadap negara-negara tersebut, namun kebijakan itu ditangguhkan sembari menunggu jalannya negosiasi perdagangan.
Trump juga sempat mengenakan tarif lebih dari 100% terhadap China sebelum akhirnya menangguhkan kebijakan tersebut. Tantangan bagi otoritas perdagangan AS kini adalah mencegah produk-produk China memasuki pasar AS melalui negara ketiga, termasuk negara-negara di Asia Tenggara.