Bisnis.com, JAKARTA — Proyek penghiliran batu bara menjadi dimethyl ether (DME) kembali mengemuka, sejalan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah emas hitam itu menjadi pengganti liquefied petroleum gas (LPG).
Pemerintah melalui Satuan Tugas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional bahkan memasukkan proyek DME sebagai salah satu prioritas penghiliran Presiden Prabowo Subianto.
Sayangnya, proyek DME yang sejatinya akan digarap oleh PT Bukit Asam Tbk., PT Pertamina (Persero), Air Products & Chemical Co., dan Chemical Inc hingga kini masih belum ada kejelasan.
Air Products memutuskan untuk hengkang dari proyek DME di Indonesia. Di sisi lain, komitmen dari investor asal China yang sebelumnya disebut-sebut mau masuk dan meneruskan proyek yang sudah diresmikan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo ini juga masih buram.
Dalam perkembangan terakhir, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) berupaya meningkatkan nilai tambah batu bara yang diproduksinya melalui pengembangan synthetic natural gas (SNG) atau gas alam sintetis bersama PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS).
Dalam proyek tersebut, PTBA dan PGAS rencananya bakal memanfaatkan 8 juta ton batu bara kalori rendah untuk diolah menjadi 240 BBtud SNG. Kedua perusahaan bahkan telah menentukan lokasi proyek tersebut di Tanjung Enim, Sumatra Selatan yang dekat dengan infrastruktur PGAS.
“PTBA memiliki cadangan [batu bara] yang sangat besar, sekitar 2,9 miliar ton. Ada beberapa cadangan batu bara yang berkalori rendah dan sangat sesuai untuk dikonversi menjadi gas sintetis,” kata Direktur Utama PTBA Arsal Ismail dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR, Senin (5/5/2025).
Nantinya, SNG yang merupakan gas hasil olahan batu bara yang menyerupai gas bumi tersebut disiapkan untuk menjangkau pelanggan existing PGN, khususnya industri di wilayah Jawa bagian barat yang tengah menghadapi tantangan pasokan.
Adapun, PTBA nantinya tinggal membangun pipa tambahan sekitar 57 kilometer menuju stasiun gas Pagardewa agar bisa mengalirkan SNG ke konsumen akhir.
“Di sana [Tanjung Enim] PGAS sudah punya infrastrukturnya, sudah ada jaringan transmisinya untuk memenuhi kebutuhan di Sumatra bagian Selatan dan Jawa bagian barat yang sudah terkoneksi,” ujar Arsal.
Kendati demikian, pengamat BUMN dari Next Indonesia Herry Gunawan menilai, proyek gasifikasi batu bara menjadi DME tetap harus dilanjutkan.
“Presiden memiliki concern yang sangat kuat untuk merealisasikannya, mengingat ketergantungan kita terhadap impor LPG sangat tinggi. Karena itu, proyek gasifikasi batu bara ini harus menjadi concern pemegang saham, karena sangat penting bagi ketahanan energi nasional,” kata Herry, Senin (9/6/2025).
Adapun, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bukit Asam Tbk. atau PTBA yang akan digelar pada 12 Juni 2025 mengagendakan pergantian pengurus perseroan. Momentum ini, kata Herry, harus digunakan oleh pemegang saham untuk mendorong realisasi proyek DME PTBA.
Sebagai gambaran, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, produksi batu bara Indonesia pada 2023 sekitar 775 juta ton. Sementara itu, pemanfaatan dalam negeri hanya sekitar 27% dan sisanya diekspor.
Hanya saja, merealisasikan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME juga bukanlah perkara mudah. Proyek tersebut membutuhkan pendanaan besar, teknologi terkini, serta pengalaman dan dukungan yang mumpuni untuk memastikannya berjalan dengan baik.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu sempat membeberkan bahwa potensi investasi proyek penghiliran batu bara mencapai US$31,82 miliar. Adapun, potensi investasi itu untuk jangka waktu 2023 hingga 2040.
Namun, menurut Herry, proyek gasifikasi batu bara itu bisa menjadi salah proyek prioritas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. Sebab, proyek tersebut sangat strategis dan banyak manfaatnya, baik dari sisi ekonomi, fiskal, maupun penyerapan tenaga kerja.
Dari sisi ekonomi, dia menjabarkan, proyek gasifikasi akan menyerap banyak batu bara jenis low rank sehingga memberikan nilai tambah bagi PTBA. Dari situ, kata Herry, produk awalnya yang berupa SNG sudah bisa dijual misalnya ke PGN.
Produk turunan berikutnya dari syngas adalah methanol yang juga bisa jadi komoditas ekspor. Dari methanol tersebut akan dihasilkan produk DME. “Nilai tambahnya sangat besar sekali, jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi PTBA untuk mengabaikan proyek penting tersebut,” kata Herry.
Sementara dari fiskal, manfaatnya juga sangat jelas. Tidak hanya menurunkan beban anggaran dari subsidi untuk LPG, tetapi juga ada potensi penerimaan yang lebih besar dari proyek penghiliran batu bara menjadi DME.