Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Manuver China dan Uni Eropa Kikis Dominasi Dolar AS

China dan Uni Eropa kian agresif mempromosikan mata uang mereka sebagai pilar baru dalam sistem keuangan internasional.
Ilustrasi mata uang berbagai negara di dunia, antara lain dolar AS, rupiah, yen, dan yuan. Dok Freepik
Ilustrasi mata uang berbagai negara di dunia, antara lain dolar AS, rupiah, yen, dan yuan. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah menipisnya kepercayaan terhadap dolar AS akibat kebijakan Presiden Donald Trump, China dan Uni Eropa kian agresif mempromosikan mata uang mereka sebagai pilar baru dalam sistem keuangan internasional.

Gubernur Bank Sentral China (PBOC), Pan Gongsheng, menyatakan bahwa masa depan sistem moneter global akan lebih multipolar, menyusul berkurangnya dominasi dolar dalam beberapa dekade terakhir.

“Dalam beberapa tahun ke depan, sistem moneter global kemungkinan akan terus berkembang ke arah di mana berbagai mata uang negara berdaulat hidup berdampingan, bersaing, dan saling menyeimbangkan,” ujar Pan, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (19/6/2025).

Ia menyebut meningkatnya perdebatan global mengenai ketergantungan terhadap satu mata uang tunggal sebagai peluang bagi yuan untuk mengukuhkan posisinya secara internasional.

Sebagai bagian dari langkah strategis, PBOC akan memperkuat posisi Shanghai sebagai pusat keuangan global. Inisiatif yang disiapkan meliputi pendirian pusat operasional yuan digital, pengembangan kontrak berjangka berbasis yuan, hingga mendorong penerbitan obligasi luar negeri oleh perusahaan-perusahaan dagang China.

Pan juga menyerukan agar negara-negara dengan mata uang berstatus global bertanggung jawab atas stabilitas moneter dunia, melalui penguatan disiplin fiskal domestik, reformasi struktural, dan pengawasan keuangan yang lebih baik.

Menurutnya, transformasi menuju sistem moneter global yang multipolar akan memperkuat ketahanan dan meningkatkan stabilitas keuangan dunia, sekaligus mendorong perbaikan tata kelola ekonomi nasional.

Dia juga menyoroti bahwa sistem pembayaran lintas negara kini memasuki era baru, seiring meningkatnya penggunaan mata uang lokal dalam transaksi internasional.

“Dominasi satu mata uang dalam sistem pembayaran global kini secara perlahan mulai berubah,” ujarnya.

Euro di Panggung Global

Sementara itu, Presiden European Central Bank (ECB) Christine Lagarde menyebut bahwa perubahan dinamika global saat ini membuka peluang strategis bagi euro untuk memperluas peran internasionalnya.

Dalam pidato di Berlin pada akhir Mei, Lagarde menekankan bahwa jika negara-negara anggota mampu mengatasi hambatan struktural yang membatasi potensi ekonomi kawasan, maka Uni Eropa akan menikmati berbagai keuntungan seperti biaya pinjaman yang lebih kompetitif dan perlindungan dari volatilitas nilai tukar serta sanksi eksternal.

“Momentum perubahan global saat ini memberi peluang emas bagi euro untuk tampil sebagai mata uang global. Tapi peluang ini tidak datang begitu saja. Kita harus memperjuangkannya,” tegasnya.

Pernyataan Lagarde mencerminkan strategi jangka panjang Eropa yang ingin memanfaatkan tekanan kebijakan proteksionis AS untuk memperkuat kemandirian dan posisi kawasan di kancah global.

Dukungan dari para investor pun mengalir, seiring pelemahan minat terhadap dolar akibat kebijakan tarif AS yang memicu ketidakpastian dan menguntungkan posisi euro.

Lagarde juga mengingatkan bahwa dominasi dolar pernah goyah pada awal 1970-an, ketika Presiden Richard Nixon menghentikan konversi dolar terhadap emas tanpa kehadiran alternatif kuat. Kini, euro dinilai telah tumbuh menjadi mata uang internasional yang mampu mendampingi dolar.

Dalam laporan terbarunya, ECB menyatakan bahwa peran global euro relatif stabil sepanjang 2023. Namun, Lagarde menekankan perlunya langkah konkret untuk memperkuat posisi mata uang ini. Ia menyebut tiga prioritas utama. Pertama, fondasi geopolitik yang solid dan kredibel dengan komitmen pada perdagangan terbuka dan pertahanan kawasan.

Kedua, penyempurnaan pasar tunggal Eropa, termasuk mendukung pertumbuhan startup dan menyederhanakan regulasi, serta mempercepat integrasi pasar modal dan arus investasi.

Ketiga, pembiayaan bersama di tingkat Eropa, termasuk untuk sektor pertahanan, guna menciptakan pasokan aset aman yang dibutuhkan investor global.

“Secara logis, barang publik seharusnya dibiayai secara kolektif. Pendanaan bersama ini bisa menjadi dasar bagi Eropa untuk memperluas penerbitan aset aman secara bertahap,” jelasnya.

Lagarde menutup dengan menekankan pentingnya mempertahankan kerangka hukum dan kelembagaan yang kuat untuk menjaga kepercayaan jangka panjang terhadap stabilitas euro.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper