Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengungkapkan, sejumlah perusahaan terancam batal melakukan investasi buntut pemerintah yang dinilai tak melindungi industri hulu tekstil.
Hal tersebut menyusul keputusan pemerintah yang menolak rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) atas impor benang filamen sintetis tertentu asal China. Adapun, jenis benang filamen polyester tersebut, yakni partially oriented yarn (POY) dan drawn textured yarn (DTY).
KADI menyarankan pengenaan tarif BMAD bervariasi, dengan batas atas mencapai 42,3%.
Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil Syauqi mengatakan, tak hanya sejumlah perusahaan batal investasi, sejak 2022 hingga saat ini, sudah ada dua produsen benang polyester yang tutup yakni PT Sulindafin dan PT Polychem Indonesia.
Lalu, sebanyak dua perusahaan lainnya sudah memberhentikan sebagian produksinya. Produsen-produsen ini terpaksa berhenti karena tidak bisa bersaing dengan barang-barang impor dari China.
Menurut Farhan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dan Menteri Perdagangan Budi Santoso hanya mendengarkan dari sisi industri hilirnya saja.
"Mereka menutup mata adanya investasi petrokimia dan mengabaikan arahan Presiden Prabowo terkait pembangunan kilang-kilang petrokimia seperti paraxylene dan asam tereftalat sebagai bahan baku dari benang polyester. Investasi ini terancam batal akibat penolakan tanpa dasar atas rekomendasi KADI," ujar Farhan melalui keterangan resmi, Jumat (20/6/2025).
Farhan lantas menantang Mendag Budi untuk buka data pasokan benang filamen yang diproduksi dalam negeri maupun yang diimpor. Berdasarkan data yang dia kantongi, volume impor naik selama 6 tahun terakhir hingga 200%.
"Selain itu, rekomendasi KADI juga dapat membuktikan adanya praktik dumping yang dilakukan lebih dari 38 perusahaan dari China yang margin dumpingnya bervariatif mulai dari 42%-5%" ungkap Farhan.
Dia pun minta pemerintah buka data pemberian kuota impor benang filamen polyester ini ke publik. Dia pun siap melakukan negosiasi untuk menyetop produksinya jika kuota impor tersebut melebihi kapasitas industri dalam negeri.
"Kalau mau dibuka impornya, silakan buka pemberian dan rekomendasi kuota impor benang filamen polyester. Siapa-siapa yang mendapatkan kuota dan berapa besarnya. Kami siap melakukan setop produksi jika impornya melebihi kapasitas dalam negeri," tegas Farhan.
Sebelumnya, Ketua Umum APSyFI Redma G. Wirawasta menegaskan bahwa KADI telah melakukan penyidikan dengan bukti-bukti akurat sesuai dengan PP No 34/2011 dan peraturan di World Trade Organization (WTO). Namun, menurut dia, hasil temuan KADI tak kunjung digubris dan dengan mudah dipatahkan oleh pendapat-pendapat yang berupa asumsi-asumsi terutama atas masukan dari importir.
"Di sini kita jadi semakin yakin bahwa pemerintah tidak punya visi industri yang jelas. Jangankan melindungi industri dari gempuran impor, menciptakan fairness competition saja tidak mampu," ujar Redma.
Benang Impor China Tak Dikenai BMAD, APSyFI: Sejumlah Investasi Terancam Batal
Sejumlah perusahaan disebut terancam batal investasi usai pemerintah menolak mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap benang filamen dari China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
