Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Tancap Gas Gandeng Rusia Garap Proyek Migas Meski Dibayangi Sanksi Barat

Indonesia menjajaki kerja sama dengan Rusia di sektor migas meski Rusia masih dikenai sanksi ekonomi oleh negara-negara Barat.
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai / Kementerian ESDM
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai / Kementerian ESDM

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia gencar menjajaki kerja sama dengan Rusia di sektor minyak dan gas bumi (migas) meski Negeri Beruang Merah itu masih dikenai sanksi ekonomi oleh negara-negara Barat.

Sejumlah proyek migas dalam negeri yang digarap bersama perusahaan-perusahaan asal Rusia sampai saat ini masih jalan di tempat seiring penerapan sanksi ekonomi kepada Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Misalnya, proyek Blok Tuna yang digarap ZN Asia Ltd, anak usaha BUMN Rusia Zarubezhneft, bersama perusahaan asal Inggris, Premier Oil Tuna B.V. (Harbour Energy Group), tertunda pengembangannya sejak 2023. Sanksi ekonomi dari Inggris dan Uni Eropa membuat ZN Asia, yang memegang hak partisipasi 50%, sempat dikabarkan akan hengkang dari Blok Tuna.

Lalu, megaproyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban atau Kilang Tuban hingga kini juga belum mencapai keputusan akhir investasi lantaran mitra asal Rusia, Rosneft belum memberi kepastian.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa saat ini rencana investasi Kilang Tuban masih dikaji ulang usai dirinya bertemu pihak Rosneft di Rusia, pekan lalu. Pemerintah masih menghitung keekonomian proyek itu lantaran nilai investasinya yang cukup fantastis.

Terlebih, belakangan nilai investasi proyek Kilang Tuban membengkak. Tercatat nilai investasi proyek tersebut kini berada di angka US$23 miliar atau setara Rp377,38 (asumsi kurs Rp16.408 per US$). Angka ini naik dari rencana awal yang senilai US$13,5 miliar atau Rp205,05 triliun.

"Nah, sekarang kenapa belum jalan? Setelah dihitung kembali antara investasi dan nilai ekonominya masih terjadi review kembali lah," kata Bahlil dalam acara Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 Lemhannas RI, Selasa (24/5/2025).

Di luar dua proyek tersebut, pemerintah juga tengah menjajaki kerja sama sektor energi dengan Rusia, khususnya terkait peningkatan produksi migas dan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Bahlil mengaku bakal menerima rombongan pengusaha Rusia di Jakarta pada pekan ini. Pertemuan itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari penjajakan sebelumnya di Rusia. Dia menyebut, dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Rusia, Presiden Vladimir Putin telah menawarkan untuk membantu meningkatkan produksi migas di Indonesia.

"Saya besok rapat dengan tim dari Rusia, dari pengusaha-pengusaha BUMN-nya Rusia yang akan datang ke Indonesia, mulai besok saya rapat maraton. Artinya, potensi itu ada, tapi dalam konteks saling menguntungkan," ucap Bahlil.

Dia menuturkan, para pengusaha Rusia itu bisa saja bekerja sama untuk mengembangkan sumur idle maupun mengelola sumur baru.

Dia menilai Rusia merupakan negara yang memiliki teknologi mumpuni. Oleh karena itu, kolaborasi dengan Negeri Beruang Merah itu bisa menjadi peluang yang saling menguntungkan.

Bahlil pun menegaskan bahwa Indonesia tak hanya menganut azas politik bebas aktif, tetapi juga ekonomi bebas aktif. Artinya, RI bisa bekerja sama dengan negara mana saja, termasuk Rusia.

"Sekali lagi, Indonesia menganut asas politik bebas aktif, tapi juga dalam konteks ekonomi menganut asas ekonomi bebas aktif. Artinya, kita tidak terikat pada satu negara manapun, selama itu menguntungkan dan sama-sama menguntungkan," tutur Bahlil.

Di samping itu, dia juga mengungkap Rusia menawarkan jual beli minyak dengan Indonesia. Artinya, RI bisa melakukan impor dari negara tersebut.

"Mereka [Rusia] juga menawarkan ada migas yang bisa kita beli, kemudian bisa juga kita melakukan impor minyak," ucapnya.

Sebelumnya, Indonesia-Rusia menjajaki peluang kerja sama untuk mengerjakan proyek eksplorasi dan produksi gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) hingga pasokan minyak usai kunjungan ke negara itu.

Presiden Rusia Vladimir Putin menginisiasi langkah modernisasi infrastruktur migas. Adapun, modernisasi yang dimaksud mencakup pemanfaatan teknologi terkini untuk mengoptimalkan sumur yang selama ini dianggap kurang produktif.

"Kami bersedia memodernisasi infrastruktur supaya mendongkrak produksi minyak dari ladang tua," ujar Putin saat konferensi pers beberapa waktu lalu.

Tak Perlu Khawatir

Sementara itu, pengusaha menilai pemerintah tak perlu khawatir jika ingin bekerja sama dengan Rusia sektor energi meski Rusia masih dikenai sanksi Barat. 

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, sebagai negara nonblok, Indonesia berhak bermitra dengan negara mana saja, selama sama-sama menguntungkan.

"Hal-hal tersebut tidak perlu khawatir, tapi memang perlu disikapi. Ya ada caranya lah. Misalkan, pembiayaan," ucap Moshe kepada Bisnis, Selasa (24/6/2025).

Dia menjelaskan, banyak perusahaan-perusahaan Rusia memiliki afiliasi atau perusahaan-perusahaan di luar dari negeri. Oleh karena itu, walaupun induknya masih di Rusia, RI bisa bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan afiliasinya.

"Itu semua bisa disikapi, diantisipasi. Jadi itu tidak ada masalah," katanya.

Moshe juga menjelaskan, saat ini memang banyak sekali negara-negara Barat yang memberikan sanksi kepada Rusia. Sanksi itu seperti embargo dan lain sebagainya.

Kendati demikian, Rusia tetap tidak terisolasi. Transaksi Rusia dengan India setelah perang Ukraina justru meningkat. Selain itu, transaksi Rusia dengan negara-negara Eropa Timur juga meningkat. 

Moshe menyebut, sampai sekarang Eropa juga masih membeli gas Rusia. Dia mencatat pada 2024, justru ada peningkatan transaksi beli gas dari Eropa.

"Di mana Eropa itu membeli gasnya itu lebih besar, naik sekitar 20% dari tahun 2023. Kalau mereka bisa bertransaksi, kenapa kita tidak?" tutur Moshe.

Lebih lanjut, Moshe manilai prospek kerja sama Indonesia dengan Rusia cukup besar. Apalagi, Negeri Beruang Merah merupakan salah satu negara yang terdepan di produksi migas. Rusia juga merupakan bagian dari OPEC+.

Dia juga berpendapat bahwa keterlibatan teknologi Rusia untuk membantu Indonesia meningkatkan produksi migas sangat besar. 

"Jadi semoga ini bisa terjalin dengan erat, untuk bisa dikembangkan kemudian hari ini," kata Moshe.

Potensi Kerja Sama di Hulu dan Hilir Migas

Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai keterlibatan Rusia di sejumlah proyek energi nasional cukup prospektif. Menurutnya, prospek keterlibatan Rusia bisa di dua bidang sekaligus, yakni hulu maupun hilir migas. 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper