Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengingatkan pemerintah untuk fokus membenahi industri dalam negeri setelah negosiasi tarif dengan Amerika Serikat (AS) tidak membuahkan hasil positif.
Adapun, Presiden AS Donald Trump kukuh menerapkan tarif 32% atas produk asal Indonesia yang masuk ke AS mulai 1 Agustus 2025.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, pihaknya tetap mengapresiasi upaya pemerintah yang selama 3 bulan terakhir melakukan negosiasi untuk menurunkan tarif Trump tersebut.
“Tapi mitigasi yang sangat krusial harus dilakukan untuk segera mengamankan pasar domestik agar industri manufaktur kita tidak rontok,” kata Redma kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).
Namun, dia menyayangkan dan khawatir lantaran Vietnam, salah satu pesaing industri Indonesia, mendapatkan tarif sebesar 20% dan China yang kemungkinan besar dapat tarif tinggi. Hal ini yang perlu dimitigasi.
Menurut Redma, barang-barang dari China akan semakin mengalir deras ke Indonesia, sementara investasi akan mengalir ke Vietnam dan Malaysia yang hanya dikenakan tarif masing-masing 20% dan 25%.
Baca Juga
“Jangan sampai barang kita kesulitan untuk ekspor, di sisi lain juga tidak punya pasar di dalam negeri karena banjir impor,” jelasnya.
Redma optimistis masih terdapat peluang apabila importir AS tetap memilih produk Indonesia untuk dijual di pasar mereka, meskipun tak dipungkiri ada kemungkinan banyak importir AS yang mengambil barang dari Indonesia akan berpindah ke Vietnam.
Saat ini, pangsa pasar ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki buatan Indonesia ke AS masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS
“Ini semua akhirnya akan berpulang pada harga akhir produknya setelah kena tarif masing-masing negara. Tapi 32% ini sangat tinggi, banyak importir akan kurangi impornya dan mengalihkan pembelian ke negara dengan tarif rendah,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza telah mewanti-wanti pengalihan pasar produk TPT dan alas kaki dari China ke Indonesia.
Dia menyebut, terdapat kondisi peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84%, sedangkan impor produk alas kaki naik melonjak hingga 30,89% pada Januari hingga April 2025.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah strategis melindungi pasar domestik sekaligus memanfaatkan peluang expands to export yang terbuka di pasar global,” jelasnya.
Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor produk tekstil (HS 60-63) dari China ke Indonesia tercatat senilai US$834 juta pada Januari-April 2025, melonjak dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$309,7 juta.
Hal serupa juga terjadi pada produk alas kaki (HS 64) yang nilai impornya dari China tercatat mencapai US$199,4 juta pada Januari-April 2025 atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$152,36 juta.