Inflasi Masih Lemah
Sementara itu, Inflasi China tercatat naik untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir, meski kenaikannya masih tipis. Penurunan tajam di sektor properti turut menambah beban bagi ekonomi terbesar kedua dunia tersebut, di tengah tekanan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap mitra dagangnya.
Data NBS mencatat, indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) naik tipis 0,1% yoy pada Juni, membalikkan penurunan 0,1% pada Mei dan sedikit lebih tinggi dari proyeksi stagnan dalam jajak pendapat Reuters.
Dong menjelaskan bahwa kenaikan CPI didorong oleh rebound harga barang konsumsi industri. Namun secara bulanan, CPI justru turun 0,1%, sesuai dengan perkiraan ekonom dan lebih baik dibandingkan penurunan 0,2% pada bulan sebelumnya.
Adapun inflasi inti—yang tidak memasukkan harga pangan dan energi yang volatil—melonjak menjadi 0,7% yoy pada Juni, tertinggi dalam 14 bulan terakhir.
Menurut Huang, tren berbeda antara inflasi konsumen dan produsen dapat mencerminkan dampak sementara dari skema tukar tambah barang konsumsi.
“Namun, karena dorongan ini kemungkinan akan segera memudar, kami memperkirakan inflasi inti akan kembali melemah pada akhir tahun,” katanya.
Lynn Song, Kepala Ekonom ING untuk China, menilai kekuatan relatif yuan dan inflasi yang tetap lemah memberikan ruang bagi Bank Sentral China (PBOC) untuk kembali memangkas suku bunga pada akhir tahun ini.
“Dengan data aktivitas yang melunak dalam beberapa bulan terakhir, namun belum menunjukkan urgensi tinggi, kami memperkirakan pemangkasan suku bunga berikutnya terjadi pada kuartal IV/2025,” tuturnya.