Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Getok Tarif Tembaga 50%, Smelter RI Terdampak?

Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) bicara mengenai dampak pengenaan tarif impor tembaga oleh Presiden AS Donald Trump.
Kawasan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur/Dok: Tim PTFI.
Kawasan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur/Dok: Tim PTFI.

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menyebut kebijakan tarif impor tembaga yang masuk ke Amerika Serikat (AS) sebesar 50% tidak akan berdampak signifikan terhadap hasil produksi smelter nasional. 

Ketua Umum AP3I Haykal Hubeis mengatakan, bagi produsen bijih tembaga nasional, pasar AS merupakan pilihan terakhir atau memiliki pangsa yang sangat kecil. Adapun, pasar utama tembaga nasional yakni Asia Timur dan Asia Tenggara. 

“Mungkin di bawah 2% kalau enggak salah, kecil sekali,” kata Haykal kepada Bisnis, Jumat (11/7/2025). 

Menurut Haykal, tarif tinggi untuk produk tembaga tersebut menyasar ke negara produsen di wilayah Amerika Latin. Sementara itu, ekspor dari Indonesia paling banyak ke China, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan Kamboja. 

Adapun, ekspor tembaga dan konsentrat (kode HS 2603) dari Indonesia ke AS mencapai US$1.517 pada 2024.

Oleh karena itu, pengusaha smelter tidak begitu mempermasalahkan kebijakan Presiden AS Donald Trump tersebut. Namun, dia mulai memperhatikan perubahan perdagangan global. 

“Cuma satu hal yang menjadi catatan bahwa ternyata negara-negara yang dulunya itu pionir untuk perdagangan bebas, free and fair trade itu sekarang sudah berubah 360 derajat,” jelasnya. 

Dia menilai terdapat potensi negara-negara lain mengikuti AS untuk lebih proteksionis terhadap industri dalam negerinya. Haykal mendorong pemerintah untuk mewaspadai dampak dari perubahan pola perdagangan.

“Pemerintah itu harus waspada untuk mengetahui mungkin enggak hanya Amerika yang akan menerapkan tarif juga atau proteksi juga akan menulari negara-negara terkait yang besar-besar yang merasa terancam Indonesia ini untuk menerapkan hal yang sama,” tuturnya.

Haykal menuturkan, dalam hal ini, komoditas tembaga Indonesia masih diuntungkan lantaran tidak bergantung pada satu pasar. Pemerintah harus terus berupaya untuk mendiversifikasi pasar.

“Yang paling bagus adalah pemerintah itu, membantu untuk membuka pangsa pasar di negara-negara lain. Menghindari praktik-praktik proteksionisme yang mungkin akan dilakukan oleh negara-negara lain juga,” tuturnya.

Kedua, pemerintah harus terus mendorong industri hilir tembaga sehingga memperkuat ekosistem dalam negeri. 

“Nah, industri hilir ini akan jadi solusi sehingga nilai tambahnya tidak kemana-mana, nilai tambahnya tetap di dalam negeri karena ketika ada nilai tambah di dalam negeri, otomatis skala ekonominya kan semakin besar,” terangnya. 

Jika skala ekonomi dalam negeri makin besar, secara otomatis tingkat daya saing produk makin tinggi.  

“Bahkan, kalau perlu memberikan karpet merah kepada investor dari industri tembaga yang mau investasi untuk mengolah mineral-mineral yang ada di Indonesia sampai pada titik yang paling hilir,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper