Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Agresif Naikkan Tarif, Penerimaan Bea Masuk AS Pecah Rekor Tembus US$100 Miliar

Amerika Serikat mencatat lonjakan penerimaan bea masuk yang menembus US$100 miliar didorong oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang kian agresif.
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Amerika Serikat mencatat lonjakan penerimaan bea masuk yang menembus US$100 miliar untuk pertama kalinya dalam satu tahun fiskal, didorong oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang kian agresif.

Dilansir Reuters, Sabtu (12/7/2025), Departemen Keuangan AS melaporkan bahwa penerimaan bea masuk pada Juni 2025 mencapai rekor baru senilai US$27,2 miliar secara bruto dan US$26,6 miliar secara neto, meningkat hampir empat kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Lonjakan ini turut berkontribusi terhadap surplus anggaran mengejutkan sebesar US$27 miliar bulan lalu, setelah sebelumnya mencatat defisit US$71 miliar pada Juni 2024.

Sepanjang 9 bulan pertama tahun fiskal 2025, penerimaan bea masuk bruto mencapai US$113,3 miliar dan US$108 miliar secara neto, hampir dua kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Dengan realisasi ini, bea masuk kini menjadi sumber pendapatan federal terbesar keempat setelah pajak individu yang dipotong langsung (US$2,68 triliun), pajak individu non-potong (US$965 miliar), dan pajak korporasi (US$392 miliar).

"Ini menunjukkan bahwa kita sedang memetik hasil dari agenda tarif Presiden Trump," kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent di platform X.

Bessent mengklaim bahwa kebijakan tarif Trump tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga dilakukan tanpa mendorong inflasi.

Trump Kejar Tarif Resiprokal

Sebelumnya, Trump menyatakan bahwa penerimaan akan “mengalir besar-besaran” setelah kebijakan tarif resiprokal mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Tarif baru tersebut mencakup kenaikan 50% untuk tembaga dan produk dari Brasil, serta 32% untuk produk dari Indonesia.

Pemerintah juga sedang menyiapkan tarif tambahan untuk sektor semikonduktor dan farmasi. Bessent memperkirakan bahwa penerimaan bea masuk bisa mencapai US$300 miliar hingga akhir tahun anggaran 2025.

Dengan laju saat ini, total penerimaan berpotensi mencapai US$276,5 miliar dalam 6 bulan ke depan, sehingga target tersebut masih memerlukan percepatan tambahan.

Meski tarif saat ini memberikan dorongan signifikan terhadap kas negara, beberapa ekonom memperingatkan risiko ketergantungan. Direktur Ekonomi Budget Lab Yale University Ernie Tedeschi menilai bahwa peningkatan penerimaan bisa bersifat sementara karena perusahaan dan konsumen melakukan pembelian awal sebelum tarif diberlakukan.

“Ada risiko signifikan bahwa kita menjadi kecanduan penerimaan tarif,” ujarnya.

Mantan penasihat ekonomi Gedung Putih itu menambahkan bahwa seiring waktu, dampak tarif bisa menurun karena perilaku pasar mulai beradaptasi.

Meski Juni mencatat surplus anggaran, secara keseluruhan defisit tahun fiskal hingga bulan lalu naik 5% menjadi US$1,337 triliun. Kenaikan belanja pemerintah di sektor kesehatan, pertahanan, jaminan sosial, bunga utang, dan keamanan dalam negeri turut menjadi pendorong.

Sementara itu, total penerimaan negara selama 9 bulan pertama tahun fiskal 2025 naik 7% menjadi US$4,008 triliun, dan belanja negara naik 6% menjadi US$5,346 triliun. Biaya bunga utang pemerintah bahkan menembus US$921 miliar, tertinggi dibandingkan pos belanja lainnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper