Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) optimistis dapat bersaing dengan produk-produk asal Vietnam, Bangladesh hingga Korea Selatan dengan penerapan tarif yang ditetapkan Donald Trump sebesar 19% ke pasar AS.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya negosiasi yang dilakukan pemerintah hingga membuahkan hasil positif, meskipun penurunan tarif tersebut masih terbilang tinggi.
“Tambahan tarif 19% ini memberatkan tapi setidaknya kita masih bisa bersaing dengan Vietnam terlebih dengan Bangladesh yang masih 35%, cukup melegakan khususnya di hilir,” kata Redma kepada Bisnis, Kamis (17/7/2025).
Sementara itu, bagi sektor hulu tekstil, produk-produknya di pasar AS dapat bersaing dengan Korea dengan tarif yang lebih tinggi dari Indonesia yakni 25%. Namun, dia masih menantikan tarif yang akan diberlakukan untuk China.
Menurut Redma, dengan penerapan tarif 19% atas produk-produk Indonesja, maka ekspor bisa perlahan meningkat atau setidaknya tidak akan turun.
“Tapi kalau untuk menaikan utilisasi kita berharap banyak pada IEU-CEPA,” jelasnya.
Baca Juga
Dia menuturkan, jika China dikenakan tarif di atas atau lebih tinggi dari Indonesia dengan perbedaan yang signifikan, maka Indonesia akan memiliki kesempatan untuk mengambil pasar AS.
Namun, dia mewanti-wanti isu transhipment dan membanjirnya barang dumping China dipasar domestik dalam negeri. Hal ini juga dapat mengancam kinerja industri.
“Kalau China dapat tarif lebih rendah dari kita, maka produk kita akan sangat kesulitan untuk bersaing dipasar AS. Tapi kelihatannya AS tidak akan kasih tarif rendah untuk Cina,” imbuhnya.
Di sisi lain, dia juga menerangkan bahwa hal lain yang tak kalah penting terkait penawaran pemerintah ke AS yakni berkenaan dengan produk pertanian.
“Saat ini kita impor kapas hanya US$300 juta dari AS hanya US$150 juta dari potensi sekitar US$800 juta.
Adapun, impor kapas dari AS, menurut dia, bisa didorong sampai US$800 juta jika utilisasi industri kita bisa beroperasi pada level 75%.
“Tapi hambatannya adalah barang impor dari China sehingga kita hanya bisa beroperasi pada level 45%,” terangnya.
Saat ini, pangsa pasar ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki buatan Indonesia ke AS masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS.