Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Bakal Impor Energi dari AS Usai Tarif Trump Turun, Harga BBM Bisa Naik?

Ekonom menilai rencana pengalihan impor minyak ke AS berpotensi meningkatkan biaya logistik yang dapat berpengaruh pada kenaikan harga BBM.
Pengendara mengisi BBM jenis Pertamax di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Rabu (1/1/2025)/Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengendara mengisi BBM jenis Pertamax di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Rabu (1/1/2025)/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengingatkan agar pemerintah tetap berhati-hati dan melakukan kalkulasi dalam mengimpor energi dari Amerika Serikat (AS). Pasalnya, rencana tersebut berpotensi berimbas pada harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

Adapun, rencana impor energi dari AS itu tak lepas dari negosiasi tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump. Negosiasi itu kini membuahkan hasil, tarif untuk RI turun dari 32% menjadi 19%.

Dari kesepakatan baru itu Indonesia setuju untuk membeli energi dari AS, termasuk minyak mentah, senilai US$15 miliar atau setara Rp244,28 triliun (asumsi kurs Rp16.285 per US$).

Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak mengingatkan, komitmen Indonesia untuk membeli energi AS senilai US$$15 miliar itu perlu disikapi secara hati-hati. 

Menurutnya, komitmen ini akan menggeser mata rantai impor PT Pertamina (Persero) dari pemasok sebelumnya, seperti dari Singapura dan Timur Tengah ke AS. 

"Jika harga jual dan biaya transportasi dari AS lebih rendah, maka ini tentu positif bagi Pertamina. Namun, jika sebaliknya, maka akan merugikan Pertamina dan jika signifikan maka akan berpotensi ditransmisikan ke konsumen," kata Ishak kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

Oleh karena itu, Ishak mengatakan bahwa semestinya pemerintah sudah melakukan kalkulasi terhadap potensi dampak tersebut. Selain itu, idealnya komitmen ini tetap memperhatikan risiko jika sekiranya terjadi konsentrasi pasokan impor dari satu sumber. 

"Hubungan politik yang memburuk dengan AS misalnya bisa berdampak negatif terhadap pasokan energi Indonesia," imbuhnya.

Ishak juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan bahwa berbagai permintaan AS yang merupakan konsekuensi penurunan tarif ini perlu dicermati. Artinya, jangan sampai kesepakatan baru itu malah lebih merugikan ekonomi domestik, seperti penghapusan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan peninjauan ulang terhadap implementasi QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang sebelumnya dikritik oleh AS.

Pertamina Teken MoU Impor Minyak Mentah AS

Sebelumnya, Pertamina membenarkan telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk mengimpor energi dari AS.

Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengonfirmasi bahwa penandatangan MoU hanya untuk impor minyak mentah saja.

"Kerja sama berupa optimalisasi penyediaan feedstock atau minyak mentah untuk ketahanan energi nasional, serta potensi kerja sama lainnya terkait dengan sektor kilang hilir," kata Fadjar kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).

Fadjar pun belum bisa memerinci berapa volume impor minyak mentah tersebut. Dia juga belum bisa mengungkapkan MoU dilakukan dengan perusahaan AS mana.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro