Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) tengah mengkaji dampak kebijakan tarif 0% terhadap produk impor asal Amerika Serikat (AS) ke Indonesia. Kekhawatiran masifnya produk kertas ke pasar domestik mulai menjalar di kalangan pelaku usaha.
Adapun, kebijakan bea masuk 0% atas produk AS ke Indonesia tersebut merupakan hasil negosiasi untuk menurunkan tarif ekspor Indonesia ke AS yang semula 32% menjadi 19%.
Ketua Umum APKI Liana Bratasida mengatakan, pihaknya mengapresiasi upaya negosiasi yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan tarif resiprokal tersebut guna menjaga daya saing produk lokal di pasar AS.
Kendati demikian, pengusaha mendorong agar kebijakan tarif 0% untuk seluruh produk AS dikaji kembali dampak ke pasar dalam negeri.
"Kita sudah 0% dari awal. Enggak ada pengaruh, tapi ya ada [kekhawatiran impor masif dari AS] makanya itu yang lagi dikaji," kata Liana saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (22/7/2025).
Pasalnya, dia menilai kebijakan tersebut harus melihat kondisi produksi barang-barang kertas yang sudah mampu dipenuhi oleh pabrikan lokal. Hal ini untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan yang ada.
Baca Juga
Merujuk laporan dari Kementerian Perdagangan yang mengolah data US Census Bureau Statistics, nilai ekspor pulp dan kertas AS ke Indonesia saat ini mencapai US$0,40 miliar. Produk kertas (HS 47) yang diekspor AS ke Indonesia memiliki pangsa pasar yang cukup besar yakni 4,70% dari total ekspor AS ke RI.
"Kita perlu kaji barang kertas yang masuk ke Indonesia itu HS-nya apa saja, terus bagaimana produksi di Indonesia, itu yang harus kita kaji, betul [supply demand terjaga]," jelasnya.
Sebelumnya, Liana menerangkan kebijakan tarif resiprokal AS sebesar 32% sangat berpotensi melemahkan daya saing industri pulp dan kertas Indonesia.
“Tarif tinggi akan membuat harga produk di pasar AS menjadi kurang kompetitif dibandingkan negara lain,” ujar Liana, beberapa waktu lalu.
Indonesia juga mengalap potensi pasar produk kertas di AS. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kertas (kode HS 48) dari Indonesia ke AS sebesar US$425 juta pada 2024 atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$318,90 juta.