Bisnis.com, JAKARTA — Serangkaian kecelakaan laut yang memilukan dalam sebulan terakhir dinilai menjadi alarm keras atas kegagalan sistem keselamatan pelayaran nasional.
Ketua Forum Transportasi Maritim Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Hafida Fahmiasari mengatakan sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini seperti kebakaran KM Barcelona V-A di Minahasa, kapal terbalik di perairan Sipora (Mentawai), tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, bukan sekadar kejadian tunggal, melainkan cerminan dari pola kegagalan sistemik yang telah berlangsung lama.
Hafida menyoroti bahwa masalahnya bukan pada kurangnya regulasi, melainkan pada implementasi di lapangan dan akuntabilitas. Ironisnya, lanjut dia, tragedi seperti ini terus berulang karena sistem tidak belajar dan tidak adanya efek jera bagi pelanggar keselamatan.
"Yang dibutuhkan bukan teknologi mutakhir. Yang kita butuhkan adalah rasa kemanusiaan. Bahwa setiap orang yang naik kapal berhak pulang dengan selamat. Bahwa nyawa tidak boleh menjadi harga yang kita anggap wajar demi konektivitas," ujarnya melalui keterangan resmi, Selasa (22/7/2025).
Sementara itu, Ketua Umum MTI, Tory Damantoro, menekankan pentingnya sinergi dalam menjaga sistem keselamatan.
"Keselamatan adalah sebuah sistem yang baru akan berhasil jika semua komponen perhubungan laut melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan yang sudah ditetapkan," ujarnya.
Baca Juga
Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan, lebih dari 190 kecelakaan laut besar terjadi di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2025, menelan lebih dari 787 korban jiwa. Pola berulang dalam kasus-kasus ini mencakup kondisi kapal tua, kelebihan muatan, manifes yang tidak akurat, minimnya alat dan penerapan SOP keselamatan, dan lemahnya pengawasan di titik keberangkatan.
MTI mengidentifikasi beberapa akar masalah utama, termasuk fragmentasi pengawasan antar lembaga (Kemenhub, Syahbandar, operator, pemerintah daerah), ketiadaan inspeksi berbasis risiko untuk kapal penumpang, tidak berfungsinya sistem manifes dan komunikasi darurat secara optimal, serta minimnya penegakan hukum terhadap pelanggaran keselamatan.
Menanggapi kondisi ini, MTI mendesak sejumlah langkah prioritas. Pertama, Audit teknis menyeluruh terhadap seluruh armada kapal penumpang, terutama kapal tua.
Kedua, Digitalisasi manifes dan pelacakan kapal secara real time. Ketiga, peningkatan kapasitas dan sertifikasi awak kapal.
Keempat, Penegakan sanksi tegas terhadap pelanggaran keselamatan.
Kelima, Reformasi tarif dan subsidi agar operator mampu memenuhi standar keselamatan tanpa mengorbankan layanan publik.
Keenam, Kepastian kelayakan sarana untuk berlayar
Terakhir, Pembentukan sistem penguatan dan pemeliharaan kapasitas Sumber Daya Manusia atau SDM, mengingat banyak regulasi yang belum dilaksanakan.