Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (Aepi) memberikan empat alternatif yang dapat dipertimbangkan pemerintah di tengah rencana perombakan sejumlah aturan perberasan.
Untuk diketahui, pemerintah pada pekan lalu sepakat merombak aturan perberasan yang menyangkut kelas mutu beras dan harga eceran tertinggi (HET).
“Menurut hemat saya, setidaknya tersedia empat alternatif yang bisa ditimbang dengan segenap plus minusnya,” kata Khudori dalam keterangannya, Kamis (31/7/2025).
Adapun, empat usulannya antara lain adalah, pertama HET beras umum adalah beras premium dengan tingkat butir patah terendah.
Khudori mengusulkan agar ketentuan ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2015 yakni maksimal butir patah 5%, butir menir 0%, dan derajat sosoh 95%. Dengan ketentuan ini, harga beras dengan kelas mutu di bawahnya akan menyesuaikan.
Menurutnya, kedua regulasi yang ada yakni SNI 2020 dan Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No.2/2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, mendegradasi SNI 2015.
Baca Juga
Dia menjelaskan, SNI 2015 ditetapkan melalui kajian standar mutu beras internasional, termasuk kesiapan industri perberasan.
“Bukankah Kementerian Pertanian menargetkan ekspor beras pada 2029? Bukankah Indonesia juga terkadang memberi bantuan beras ke negara lain? Acuan ke SNI 2015 membuat kualifikasi mutu beras Indonesia setara beras dunia, kualitas terbaik,” tuturnya.
Dengan ketentuan ini, Khudori menyebut bahwa pemilik merek beras premium dapat berlomba-lomba menawarkan produk terbaiknya untuk konsumen. Penggilingan padi kecil bisa memproduksi beras kelas di bawahnya dengan harga yang menyesuaikan.
Penggilingan padi besar dan kecil tetap beroperasi sesuai kemampuan masing-masing. Konsumen beras premium dan medium bisa tetap terlayani.
Namun, risikonya adalah harga beras cenderung mendekati HET. Artinya, kata dia, konsumen beras kualifikasi di bawah premium membayar lebih mahal.
Alternatif kedua yaitu HET beras umum adalah titik tengah HET dan kelas mutu antara beras medium dan premium. Konsekuensinya, kata dia, masyarakat yang terbiasa mengonsumsi beras medium akan terbebani oleh kenaikan harga sehingga warga miskin dan rentan tidak memiliki pilihan beras dengan harga lebih terjangkau.
Konsekuensi lainnya, jika maksimal butir patah 12,5%-15% dan butir menir 1%, penggilingan padi kecil dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kualifikasi mutu ini. Ketentuan ini membuat regulasi di Indonesia masih selaras dengan internasional.
Ketiga, yakni membebaskan HET beras premium dengan mewajibkan produsen memproduksi beras medium dengan rasio tertentu, misalnya 50:50, pada HET yang ditentukan.
“Jadi, HET hanya ada pada beras medium dengan kualifikasi mutu maksimal butir patah 25% dan butir menir 2%. Derajat sosoh minimal 95%,” ujarnya.
Dengan alternatif ini, menurutnya produsen beras premium dapat berlomba-lomba menawarkan produk terbaik bagi konsumennya. Keuntungan produsen bisa di-'subsidi' silangkan ke beras medium, jika HET beras premium ditiadakan.
Terakhir, menghapus HET, baik beras premium maupun medium. Dalam hal ini, Khudori mengusulkan agar HET diganti dengan harga langit-langit atau ceiling price.
Khudori menuturkan, HET berbeda dengan ceiling price karena tidak mengikat publik, tapi hanya mengikat Perum Bulog sebagai representasi pemerintah. Oleh karena itu, ceiling price tidak perlu diumumkan ke publik seperti HET. Ceiling price menjadi alarm bagi pemerintah lewat Bulog untuk mengintervensi pasar.
Namun, opsi keempat ini perlu dibarengi dengan mengubah paradigma pemerintah melalui Bulog dari sebagai pemadam gejolak harga pangan menjadi pembentuk pasar yang stabil.
Menurutnya, untuk bisa menjadi pembentuk pasar yang stabil, baik dari sisi pasokan dan harga, volume bisnis pemerintah yang dikelola Bulog harus diperbesar, dari rerata 8%-10% saat ini menjadi paling sedikit 20%, idealnya 30%, dari konsumsi beras masyarakat Indonesia.
Apapun alternatif yang dipilih, Khudori menyebut bahwa kebijakan pembelian gabah semua kualitas saat ini harus diubah dan dikembalikan dengan syarat kualitas maksimal kadar air 25% dan butir hampa 10%. Juga ada rafaksi harga gabah.