Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump untuk Tembaga 50%, Produsen Alat Listrik Tunggu Aturan Resmi

Produsen alat listrik Indonesia menunggu aturan resmi tarif 50% tembaga ke AS. Ekspor tetap optimis tumbuh, didukung permintaan domestik dan proyek PLN.
Seorang pekerja memegang bongkahan bijih tembaga. Bloomberg/Zinyange Auntony.
Seorang pekerja memegang bongkahan bijih tembaga. Bloomberg/Zinyange Auntony.
Ringkasan Berita
  • Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) masih menunggu aturan resmi terkait tarif 50% untuk produk tembaga setengah jadi yang masuk ke Amerika Serikat, meski optimis ekspor tetap tumbuh positif.
  • Ekspor produk peralatan listrik dari Indonesia ke AS meningkat 32,22% pada Januari-Mei 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai US$2,22 miliar.
  • Penurunan tarif dari 32% menjadi 19% memberikan kepastian bagi pelaku usaha untuk melanjutkan pemasaran dan negosiasi penjualan produk peralatan listrik ke AS, dengan dukungan proyek domestik dari PT PLN.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) masih mencermati aturan resmi terkait tarif 50% untuk produk tembaga setengah jadi dan produk turunan intensif tembaga yang masuk ke Amerika Serikat (AS). Namun, pelaku usaha masih optimistis ekspor ke AS tetap akan tumbuh positif.  

Ketua Umum APPI Yohanes Purnawan Widjaja mengatakan secara umum permintaan produk peralatan listrik dari AS terus meningkat, seperti produk panel listrik tegangan rendah, komponen listrik, kabel, dan lainnya. 

“Mengenai produk tembaga saya sedang mencari peraturan yang jelas mengenai produk transformator dan peralatan listrik lainnya apakah termasuk dalam kategori barang tersebut,” jelas Yohanes kepada Bisnis, Kamis (31/7/2025).

Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor produk peralatan listrik yang tergabung dalam HS Code 85 ke AS tercatat mencapai US$2,22 miliar pada Januari-Mei 2025. 

Capaian ekspor periode tahun ini meningkat 32,22% dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni senilai US$1,68 miliar.

Sementara itu, ekspor produk peralatan listrik dari Indonesia ke Amerika Serikat mencapai US$4,18 miliar pada 2024 atau naik dari tahun sebelumnya US$3,45 miliar.

Yohanes menilai dengan penurunan tarif dari 32% menjadi 19%, kinerja ekspor peralatan listrik dari Indonesia ke AS masih akan stabil. Terlebih, kompetitor utama seperti China dikenakan tarif lebih tinggi. 

"Walaupun tarif 19% dirasa masih agak tinggi tapi pengusaha anggota APPI merasa sudah ada kepastian tarif. Kami berterima kasih kepada pemerintah khususnya Presiden Prabowo Subianto dan Menko Ekonomi Airlangga Hartarto sebagai kepala tim negosiasi," jelasnya. 

Menurut dia, dengan adanya kepastian tarif tersebut maka pihaknya dapat melanjutkan proses pemasaran dan negosiasi penjualan produk peralatan listrik ke AS. Apalagi dengan pertumbuhan yang masif dari tahun lalu, dia menargetkan penjualan akan tetap tumbuh. 

Sebelumnya, industri peralatan listrik memproyeksi pertumbuhan kinerja dapat mencapai 15%–20% tahun ini. Optimisme tersebut melanjutkan capaian target pertumbuhan kinerja industri peralatan listrik tahun lalu yang mencapai 15%.  

Tak hanya permintaan ekspor, pertumbuhan kinerja juga didukung permintaan domestik yang positif seiring dengan proyek PT PLN. 

"Proyek lagi banyak, bahkan tahun ini optimismenya luar biasa, PLN lagi mau membangun yang 48.000 km sirkuit jaringan transmisi baru. Optimisme orang di bidang kelistrikan sekarang lagi tinggi-tingginya. Apalagi dengan adanya transisi energi," ujarnya.  

Dia menerangkan bahwa tahun lalu merupakan fase pemulihan bagi industri peralatan listrik yang didukung proyek-proyek PT PLN (Persero), serta pemulihan ekonomi nasional.  

Pasalnya, selama Covid-19 lalu PLN disebut meminimalkan anggaran belanja, sedangkan pada 2024 anggaran pembelian sektor ketenagalistrikan telah kembali normal. Kondisi ini menjadi angin segar bagi industri. 

Diberitakan sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan tarif impor sebesar 50% untuk seluruh produk tembaga setengah jadi yang masuk ke AS. 

Namun, dia mengecualikan tembaga murni (refined copper) dari kebijakan tersebut, sehingga industri domestik terhindar dari potensi lonjakan biaya produksi. 

Menurut lembar fakta resmi dari Gedung Putih, tarif baru ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Sebelumnya, pelaku pasar di AS telah memperkirakan bahwa tembaga mentah—bahan baku utama kabel, komponen konstruksi, dan otomotif—akan dikenakan bea masuk. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro