Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi jagung pipilan kering kadar air 14% akan mencapai 12,12 juta ton hingga September 2025.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan produksi jagung pipilan kering kadar air 14% ini mengacu pada hasil amatan kerangka sampel area (KSA) pada Juni 2025.
Dia menuturkan, pada Juni 2025 jumlah produksi jagung pipilan kering dengan kadar air 14% mencapai 1,53 juta ton. Volume ini naik sebesar 45,70% dibandingkan Juni 2024 yang sebesar 1,05 juta ton.
Dengan demikian, total produki sementara jagung pada Januari—Juni 2025 mencapai 8,52 juta ton. Angkanya naik 19,23% dibandingkan dengan periode yang sama 2024 sebanyak 7,15 juta ton.
“Potensi produksi jagung pipilan kering dengan kadar air 14% sepanjang Juli—September 2025 diperkirakan sebesar 3,60 juta ton atau mengalami penurunan sebesar 0,99 juta ton atau [turun] 21,57% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu,” tutur Pudji dalam Rilis BPS, Jumat (1/8/2025).
Secara keseluruhan, BPS memperkirakan produksi jagung pipilan kering dengan kadar air 14% akan mencapai 12,12 juta ton sepanjang Januari—September 2025.
Baca Juga
Namun, Pudji menerangkan bahwa angka sementara dan angka potensi produksi jagung juga dapat berubah sesuai dengan kondisi terkini dari luas panen dan produktivitas hasil amatan lapangan.
Adapun, realisasi luas panen jagung pipilan pada Juni 2025 adalah sebesar 0,26 juta hektare. Angkanya lebih tinggi dibandingkan Juni 2024 yang seluas 0,18 juta hektare.
Dengan begitu, luas panen jagung sepanjang Januari—Juni 2025 mencapai 1,50 juta hektare atau naik 17,76% dibandingkan periode yang sama 2024.
Sementara itu, potensi luas panen jagung sepanjang Juli—September 2025 diperkirakan mencapai 0,61 juta hektare atau turun 0,16 juta hektare dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Perlu kita ketahui bersama bahwa potensi luas panen sudah termasuk tanaman jagung yang akan dipanen bukan untuk dipipil, misalnya yang dipanen muda atau yang dipanen untuk hijauan pakan ternak,” terangnya.
Selain itu, tambah Pudji, angka potensi luas panen jagung juga dapat berubah sesuai dengan kondisi pertanaman jagung hasil amatan lapangan pada Juli—September, termasuk adanya serangan hama, organisme pengganggu tanaman dan banjir, kekeringan, hingga waktu realisasi panen petani.
Sementara itu, di tengah proyeksi penurunan produksi, Indonesia disebut akan menjadi pasar jagung dari Amerika Serikat dengan tarif impor 0%. Pada pertengahan Juli 2025 lalu, kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dengan pemerintah Indonesia disebut telah disepakati. Meski detail perjanjian belum dirilis, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut dirinya dan Presiden Prabowo telah mencapai kesepakatan berupa tarif 19% untuk barang-barang Indonesia jika masuk ke pasar Amerika Serikat. Sedangkan sebaliknya, seluruh produk dari negeri Paman Sam itu akan dibebaskan bea masuk ke Indonesia alias 0%.
Dengan kesepakatan ini, Trump mengklaim akan menguntungkan bagi petani, peternak, dan nelayan Amerika Serikat. Trump menyebut rakyatnya mendapat akses pasar Indonesia yang memiliki populasi lebih dari 280 juta orang secara langsung.
“Indonesia akan membayar kepada Amerika Serikat tarif sebesar 19% atas semua barang yang diekspor ke AS, sementara ekspor AS ke Indonesia akan bebas dari tarif dan hambatan non-tarif,” katanya dikutip dari Bloomberg.