Bisnis.com, JAKARTA — Eramet mencatatkan penurunan signifikan pendapatan sebelum bunga, pajak dan amortisasi (EBITDA) pada semester I/2025, yang utamanya disebabkan turunnya kontribusi dari operasi di Indonesia. Kondisi ini membuat perusahaan pertambangan multinasional asal Prancis itu menurunkan target produksi 2025.
Eramet melaporkan EBITDA perusahaan mencapai 191 juta euro atau setara Rp3,59 triliun (asumsi kurs Rp18.807 per euro) pada semester I/2025. Capaian ini anjlok 45% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan tersebut tidak termasuk anak perusahaan nikel Eramet di Kaledonia Baru, SLN, yang ditopang oleh pinjaman pemerintah Prancis.
"Hasil semester pertama kami sama sekali tidak sejalan dengan ambisi kami," kata CEO Eramet Paulo Castellari dilansir dari Reuters, Kamis (31/7/2025).
Menurutnya, anjloknya EBITDA itu didorong oleh penurunan kontribusi sebesar 92 juta euro atau Rp1,72 triliun dari operasi di Indonesia, yang menyumbang hampir dua pertiga dari penurunan EBITDA.
Castellari menyebut, melemahnya kontribusi dari operasi di Indonesia itu akibat kadar nikel yang lebih rendah dan biaya operasional yang lebih tinggi di lokasi penambangan baru di Weda Bay.
Oleh karena itu, Eramet merevisi target produksi tahunannya. Perinciannya, perusahaan memangkas produksi bijih mangan menjadi 6,5 juta–7,0 juta metrik ton. Angka ini turun dari target sebelumnya yang sebesar 6,7 juta–7,2 juta.
Sementara, target produksi litium karbonat diturunkan dari 10–13 kiloton menjadi 4–7 kiloton, dengan alasan penundaan operasional di Argentina.
Revisi tersebut mencerminkan tantangan yang ditimbulkan oleh pasar baja global yang lesu, penurunan permintaan dari China, dan hambatan operasional.
Sebaliknya, Eramet menaikkan target bijih nikel yang dapat dipasarkan menjadi antara 36 juta dan 39 juta wet metrik ton (wmt) untuk 2025. Angka ini naik dibanding target sebelumnya, yakni 32 juta wmt.
Di sisi lain, Castellari mengatakan, kemajuan proyek di Gabon dan Senegal memberikan sedikit angin segar bagi perusahaan. Sebab, perbaikan logistik di Gabon meningkatkan volume bijih mangan pada kuartal II/2025.
Sementara itu, Senegal mencapai peningkatan produksi pasir mineral sebesar 20% selama semester I/2025.
Castellari mengatakan dia bertemu dengan Presiden Gabon, Brice Oligui Nguema Juli ini setelah negara Afrika Barat itu mengumumkan larangan ekspor mangan mentah mulai tahun 2029.
Rencana tersebut dinilai akan berdampak pada produksi besar-besaran Eramet yang berorientasi ekspor untuk bahan baja tersebut di negara itu.
Pendapatan Eramet Anjlok, Dipicu Operasi Tambang Nikel di Weda Bay
Eramet mencatatkan penurunan signifikan EBITDA pada semester I/2025, yang utamanya disebabkan turunnya kontribusi dari operasi di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

2 menit yang lalu