Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Naikkan Tarif Pajak Kripto, Tambah Penerimaan Negara?

Sri Mulyani menerbitkan PMK No. 50/2025, menaikkan tarif pajak kripto untuk kepastian hukum dan kemudahan administrasi, bukan semata-mata menambah penerimaan negara.
Warga mencari informasi tentang Bitcoin di Jakarta, Rabu (25/6/2025). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Warga mencari informasi tentang Bitcoin di Jakarta, Rabu (25/6/2025). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/2025. Meski dalam dalam beleid anyar itu ada kenaikan tarif pajak untuk aset kripto, pakar menilai penambahan penerimaan negara bukan tujuan utamanya.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menjelaskan bahwa terdapat tiga dasar pertimbangan (ratio legis) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/2025 yaitu kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi.

"Ketiga asas di atas tidak berkaitan dengan target penerimaan pajak dari transaksi kripto, [meskipun] pemerintah pasti mengekspektasikan bahwa penerimaan pajak dari perdagangan aset kripto akan meningkat," ujar Prianto kepada Bisnis, Rabu (30/7/2025).

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute itu menerangkan bahwa PMK 50/2025 merupakan aturan turunan dari tiga undang-undang perpajakan guna memperjelas skema pemungutan pajak atas perdagangan aset kripto. Regulasi ini disebut membawa pendekatan baru dalam perlakuan fiskal terhadap kripto, dari yang semula dipandang sebagai komoditas menjadi surat berharga.

Dengan pendekatan baru ini, pemerintah berharap bisa menyesuaikan kebijakan fiskal terhadap dinamika ekonomi digital tanpa kehilangan presisi hukum dan akuntabilitas.

Dalam kerangka aturan tersebut, pajak penghasilan (PPh) dikenakan atas penghasilan yang muncul dari transaksi perdagangan aset kripto, sedangkan pajak pertambahan nilai (PPN) tidak lagi dikenakan karena kripto kini dipersamakan dengan surat berharga, bukan lagi komoditas.

“Ketentuan lama memperlakukan aset kripto sebagai komoditas sehingga terutang PPN karena tidak ada pengecualiannya di Pasal 4 ayat (2) UU PPN. Sementara itu, ketentuan baru memperlakuan aset kripto sebagai surat berharga sehingga perdagangan aset kripto bukan objek PPN sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPN,” terang Prianto.

Selain itu, PMK ini juga mengatur secara rinci soal penunjukan pemungut PPh Pasal 22 dan PPN, yang kini dibebankan kepada penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), mengacu pada Pasal 32A dan 44E UU KUP.

Tak hanya itu, penambang aset kripto juga mulai diperlakukan sebagai subjek pajak dalam skema baru ini. Mereka dianggap melakukan transaksi penyerahan aset dan memperoleh penghasilan, sehingga dikenai PPh berdasarkan Pasal 4 UU PPh. Hanya saja karena aset kripto bukan objek PPN, maka tidak dikenai pajak konsumsi tersebut.

Perbedaan Aturan Lama dan Baru Pajak Kripto

PMK No. 50/2025 sendiri menggantikan regulasi sebelumnya yakni PMK No. 68/2022. Beleid anyar ini menyesuaikan skema pengenaan pajak kripto sebagai instrumen keuangan, yang juga menaikkan beban pajak.

Berdasarkan hasil perbandingan dua beleid tersebut, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan terdapat sejumlah poin penting mengalami perubahan drastis, baik dari sisi tarif, mekanisme pemungutan, hingga basis pengenaan pajaknya.

Dalam PMK 68/2022, penyerahan aset kripto oleh penjual dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud, sehingga dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Hanya saja, aturan terbaru dalam PMK 50/2025 menyamakan aset kripto dengan surat berharga (instrumen keuangan) sehingga tidak lagi dikenakan PPN langsung atas penyerahannya.

Dalam aturan lama atau PMK 68/2022, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang menjadi pemungut adalah mereka yang memfasilitasi aset kripto. Dalam aturan baru atau PMK 50/2025, dispesifikan bahwa penyelenggara PMSE yang menjadi pemungut adalah penyelenggara yang sudah menjadi pengusaha kena pajak (PKP).

PMK 68/2022 mengatur tarif efektif berdasarkan jenis penyelenggara, yakni: 1% dari dasar pengenaan pajak (DPP) bila dilakukan oleh pedagang fisik aset kripto dan 2% dari DPP bila melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Sebaliknya, PMK 50/2025 menetapkan tarif tetap 12% dikalikan nilai DPP yang ditentukan sebesar 11/12 dari nilai penjualan aset kripto sebelum waktu setor PPN. Artinya, dasar penghitungan PPN menjadi lebih spesifik dan nominalnya jauh lebih besar.

Kenaikan yang paling mencolok terjadi pada tarif pajak pertambahan nilai (PPh) Pasal 22 atas transaksi kripto. Dalam PMK 68/2022, tarif ditetapkan 0,1% dari nilai transaksi; sementara dalam PMK 50/2025, naik menjadi 0,21%.

Tidak hanya lebih dari dua kali lipat, basis perhitungan dalam PMK baru ini juga menjadi lebih rinci dan mencakup ketentuan tambahan yang sebelumnya tidak diatur.

Jasa verifikasi transaksi oleh penambang aset kripto (mining) juga dikenai tarif yang lebih tinggi dalam aturan baru. PMK 68/2022 mengenakan pungutan sebesar 10% × tarif PPN × DPP, sedangkan PMK 50/2025 melipatgandakannya menjadi 20% × 11/12 × tarif PPN × DPP.

Berbeda dari PMK lama, PMK 50/2025 juga mulai mengatur syarat dokumen yang disamakan dengan bukti pemotongan serta menetapkan kriteria khusus penyelenggara yang boleh menjadi pemungut pajak. Aspek ini tidak diatur dalam PMK 68/2022, yang cenderung lebih longgar dari sisi administratif.

Meski adanya kenaikan tarif PPN dan PPh, serta penyempurnaan aturan teknis, Fajry mengaku belum bisa memastikan dampak PMK 50/2025 ini terhadap penerimaan pajak atas aset kripto.

"Untuk potensi penerimaan perlu data transaksi," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (30/7/2025).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro