Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai capaian pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang mencapai 5,12% (year-on-year/yoy) tak lepas dari fondasi perekonomian Indonesia yang kuat. Namun, masih ada sejumlah tantangan yang mengintai.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan, pihaknya bersyukur melihat pertumbuhan ekonomi periode ini yang berhasil mencapai 5,12% atau lebih tinggi dari ekspektasi pasar.
"Di tengah tantangan global dan domestik yang cukup kompleks, capaian ini memberi sinyal bahwa perekonomian Indonesia masih memiliki fondasi yang kuat," kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025).
Menurut Shinta, pertumbuhan ini juga tak lepas dari daya tahan lapangan usaha di sejumlah sektor, serta peran stimulus fiskal pemerintah yang mulai terasa pada bulan Juni lalu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat lima sektor yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini. Adapun, industri pengolahan merupakan kontributor terbesar.
Kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) sebanyak 18,67%, kemudian sektor pertanian 13,83%, perdagangan 13,02%, konstruksi 9,48%, dan pertambangan 8,59%.
Baca Juga
"Namun, kita juga tetap perlu melihat pentingnya membaca data ini secara utuh. Pertumbuhan di atas 5% patut disambut dengan optimisme, tetapi jangan sampai membuat kita terlena dengan catatan di lapangan," jelasnya.
Shinta melihat daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya, konsumsi rumah tangga masih di bawah rata-rata historis, dan sektor manufaktur masih dalam fase kontraksi.
Hal ini tercerminkan dari laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di level 49,2 pada Juli 2025 atau di bawah ambang batas 50.
Kinerja bulan Juli memang mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di level 46,9 dan 47,4 pada Mei 2025. Dalam laporan terbaru S&P Global, tren kontraksi ini berlanjut sejak April 2025 lalu yang anjlok ke angka 46,7.
"Karena itu, peluang menjaga pertumbuhan tahunan di kisaran 5% masih terbuka. Namun, sangat bergantung pada langkah lanjutan pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat, mempercepat realisasi belanja, memperkuat ekspor, dan memastikan iklim usaha tetap kondusif untuk mendorong investasi," jelasnya.
Pada periode sebelumnya pemerintah memberikan sejumlah stimulus untuk menjaga konsumsi masyarakat selama masa libur sekolah, mulai dari diskon transportasi umum, tarif tol, listrik rumah tangga, bantuan pangan dan sembako, hingga subsidi upah bagi 17 juta pekerja dan 3,4 juta guru honorer.
Alhasil, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 54,25% dengan pertumbuhan 4,97% secara triwulanan dan 6,99% secara tahunan.
Shinta juga menerangkan bahwa pertumbuhan konsumsi ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan rumah tangga, termasuk kebutuhan primer dan makanan, serta meningkatnya mobilitas masyarakat.
Kendati demikian, untuk menjaga laju pertumbuhan 5% hingga akhir tahun ini, maka bukan hanya angka pertumbuhan yang perlu dipertahankan. Dunia usaha juga disebut perlu menumbuhkan kepercayaan baik dari investor, pelaku industri, maupun konsumen.
"Pelaku usaha membutuhkan dua hal utama, kepastian dan efisiensi," tuturna.
Pertama, Shinta menerangkan bahwa kepastian dalam regulasi, perizinan, dan penegakan hukum sangat penting agar pelaku usaha bisa ekspansi tanpa ragu.
Kedua, yang tak kalah penting yaitu efisiensi dalam biaya produksi, logistik, energi, dan pembiayaan juga perlu ditingkatkan, karena high cost economy masih menjadi keluhan utama di sektor riil.
"Kami juga mendorong agar stimulus tidak hanya fokus pada sisi konsumsi untuk penguatan daya beli dan konsumsi, tapi juga diperkuat dari sisi produksi, terutama stimulus yang dapat berdampak terhadap cost structure industri," terangnya.
Di sisi lain, percepatan pelaksanaan program strategis pemerintah, terutama di sektor infrastruktur, pangan, dan hilirisasi, juga dapat memberi efek pengganda terhadap permintaan domestik dan investasi swasta.
Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa sendiri, dunia usaha pun tidak bisa berjalan sendiri. Untuk itu, Apindo mendorong Indonesia Incorporated yakni kolaborasi semua elemen bangsa pemerintah, pengusaha, pekerja, akademisi.
"Kita harus bersatu arah, membenahi hambatan, dan mengubah tantangan jadi peluang untuk mendorong pertumbuhan dan daya saing yang berkelanjutan," pungkasnya.