Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025 dari Pengusaha

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi melambat di kuartal II/2025, dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Apa saja?
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman
Kendaraan melintas dengan latar belakang jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 akan mencapai 5%, terutama didorong oleh momen Ramadan dan Lebaran. / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Dunia usaha memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2025 akan melambat lantaran dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk pelemahan daya beli masyarakat.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Perindustrian Saleh Husin memandang perlambatan ekonomi di kuartal II/2025 sebagai hal yang masih dalam batas wajar.

“Konsumsi masyarakat belum sepenuhnya pulih, investasi masih menunggu kepastian arah kebijakan, dan sektor ekspor menghadapi tekanan dari luar negeri,” kata Saleh kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025).

Menurutnya, realisasi pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8% sudah mencerminkan daya tahan ekonomi nasional di tengah tantangan global, meski angkanya berada di bawah target 5%.

Meski begitu, Kadin optimistis pertumbuhan ekonomi di semester II/2025 masih bisa didorong melalui percepatan belanja pemerintah dan dukungan dunia usaha.

“Kami percaya, dengan percepatan belanja pemerintah dan dukungan dunia usaha, pertumbuhan di paruh kedua tahun ini masih bisa digenjot,” ujarnya.

Di sisi lain, Saleh menuturkan penerapan tarif impor Amerika Serikat (AS) menjadi tantangan bagi eksportir Indonesia, terutama sektor yang mengandalkan pasar Negara Paman Sam.

Dia menilai, produk Indonesia bisa menjadi kurang kompetitif karena harga yang naik akibat beban tarif. Imbasnya, kondisi ini berisiko menurunkan ekspor ke AS dalam beberapa bulan ke depan.

“Kadin mendorong pelaku usaha untuk mulai diversifikasi pasar ekspor dan memperkuat daya saing produk agar tidak bergantung pada satu negara tujuan saja,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menuturkan bahwa saat ini pemerintah tengah menghadapi situasi dan kondisi yang tidak mudah, yakni mulai dari kombinasi pelemahan daya beli di dalam negeri, tekanan ekspor akibat ketidakpastian global, hingga tantangan struktural yang sudah lama membebani sektor.

“Kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025 berada di kisaran 4,7% hingga 5,0% YoY [secara tahunan],” ujar Shinta kepada Bisnis.

Shinta menjelaskan bahwa proyeksi ini mempertimbangkan koreksi target tahunan pemerintah yang baru saja diumumkan dari 5,2% menjadi 4,7–5,0% sebagai respons atas pelemahan global dan tekanan struktural domestik.

Namun di tengah tantangan tersebut, Apindo melihat adanya usaha pemerintah untuk menjaga agar ekonomi kuartal II/2025 tetap bertahan dan bertumbuh. Menurutnya, stimulus ekonomi yang mulai berlaku pada awal Juni 2025 menjadi langkah penting.

Dalam hal ini, sambung dia, pemerintah merancang berbagai program untuk menjaga konsumsi masyarakat selama masa libur sekolah, mulai dari diskon transportasi umum, tarif tol, listrik rumah tangga, bantuan pangan dan sembako, hingga subsidi upah bagi 17 juta pekerja dan 3,4 juta guru honorer. 

“Stimulus semacam ini tetap dibutuhkan, terutama ketika daya beli masyarakat masih belum pulih sepenuhnya,” ungkapnya.

Dia menyebut sejumlah program berbasis bantuan langsung dan subsidi bersifat targeted ini dapat membantu menahan tekanan tersebut, sekaligus menciptakan ruang psikologis bagi masyarakat untuk tetap berbelanja, bepergian, dan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi.

“Langkah-langkah ini diharapkan menjadi penyangga penting agar daya beli tidak jatuh terlalu dalam,” sambungnya

Di sisi lain, dia juga menyoroti sektor manufaktur yang saat ini tengah dalam fase kontraksi, dengan Purchasing Managers Index (PMI) yang kembali turun ke level 46,9 pada Juni, atau melanjutkan tren kontraksi tiga bulan beruntun, di mana PMI pada April 2025 merupakan level terendah sejak Agustus 2021.

Kondisi ini juga tercermin dari data Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang masih menunjukan penurunan dari selama 3 bulan terakhir. Pada Maret 2025, IKI berada pada level 52,98. Namun, angkanya turun pada April (51,9), Mei (52,11), dan Juni (51,84).

Bahkan, Shinta menyebut permintaan baru, baik dari sisi domestik maupun ekspor, dilaporkan mengalami pelemahan sekaligus menunjukkan aktivitas pasar benar-benar sedang melambat.

“Banyak pelaku usaha yang melaporkan penundaan pesanan baru yang mencerminkan turunnya kepercayaan dan daya beli di pasar daya beli,” bebernya.

Sementara itu, pasar ekspor juga belum bisa diandalkan karena gejolak perdagangan global yang terjadi. “Banyak perusahaan menahan ekspansi, mengurangi output, bahkan melakukan penyesuaian tenaga kerja,” lanjutnya.

Apindo menilai kondisi ini bukan sekadar faktor global, melainkan juga karena biaya produksi yang masih sangat tinggi dari logistik, bahan baku impor, energi, hingga beban regulasi yang belum sepenuhnya efisien.

Belanja Selektif

Sementara itu, para ekonom memperkirakan perlambatan ekonomi pada kuartal II/2025 terjadi imbas masyarakat yang lebih selektif dalam membelanjakan uang.

Chief of Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 4,79% secara tahunan (year-on-year/YoY) atau sedikit lebih rendah dari kuartal I/2025, ya ini 4,87% YoY.

Andry mengatakan pertumbuhan yang lebih rendah secara tahunan pada kuartal II/2025 dipicu konsumsi rumah tangga karena faktor musiman dan perilaku belanja yang selektif. Namun, bantuan sosial (bansos) pemerintah yang ditingkatkan bisa membantu perlambatan konsumsi masyarakat. 

Di sisi lain, aktivitas investasi atau PMTB diperkirakan tumbuh sederhana. Hal itu terlihat dari penjualan semen dan turunnya penyaluran dana pinjaman yang produktif.

“Hal ini menunjukkan laju pembentukan modal yang lebih terukur karena pendekatan wait and see dari sektor usaha,” ujar Andry melalui keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa konsumsi masyarakat kini dibayangi oleh meningkatnya kehati-hatian dalam membelanjakan uang.

Kendati Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih berada di zona optimis pada level 117,8, ekspektasi penghasilan mengalami penurunan dari 135,4 menjadi 133,2. Hal ini mencerminkan kekhawatiran rumah tangga terhadap pendapatan masa depan.

Selain itu, rasio konsumsi terhadap pendapatan meningkat dari 74,3% menjadi 75,1%, menandakan bahwa alokasi untuk tabungan semakin ditekan.

Di samping itu, Josua menyebut tekanan terhadap daya beli juga diperparah oleh efisiensi belanja pemerintah.

Menurutnya, langkah efisiensi yang menyasar pos-pos seperti bantuan sosial, subsidi energi, dan insentif lainnya justru dapat mengurangi stimulus terhadap ekonomi domestik.

“Ketika pemerintah mengurangi belanja, khususnya di sektor-sektor yang langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat, seperti bantuan sosial, subsidi energi, atau insentif lainnya, maka daya beli masyarakat berpotensi terdampak secara negatif,” pungkas Josua.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro