Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) turut mengomentari tren peralihan belanja masyarakat dari luring (offline) ke daring (online) yang diungkap Badan Pusat Statistik (BPS).
Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan faktor pendorongnya adalah meningkatnya penetrasi internet, kemudahan bertransaksi, dan inovasi layanan digital.
“Pergeseran ini didorong oleh penetrasi internet yang semakin luas, kemudahan bertransaksi, serta inovasi dari berbagai platform digital dalam menghadirkan layanan logistik dan pembayaran yang lebih efisien,” kata Budi kepada Bisnis pada Rabu (6/8/2025).
Budi juga mengakui apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, frekuensi belanja online meningkat, meski konsumen kini cenderung lebih selektif dan fokus pada kebutuhan pokok atau produk yang memberikan nilai lebih.
Namun demikian, dia mengingatkan belanja online saat ini tidak hanya melalui marketplace atau aplikasi e-commerce, tetapi juga lewat kanal lain seperti media sosial dan aplikasi chat.
Sayangnya, idEA tidak mengumpulkan data transaksi harian para anggotanya. Budi mengatakan hal tersebut lantaran bersifat sensitif dan menjadi informasi internal masing-masing platform. Oleh sebab itu, pihaknya tidak memiliki angka pertumbuhan yang detail.
Baca Juga
“Pengecualian hanya saat kampanye Harbolnas, karena event ini memang digelar bersama Kementerian Perdagangan sehingga ada pemantauan resmi,” kata Budi.
Sebagai gambaran, nilai transaksi Harbolnas 2023 mencapai sekitar Rp25,7 triliun, naik signifikan dibanding awal penyelenggaraan pada 2019 yang sebesar Rp9 triliun. Harbolnas 2024 juga mencatat transaksi di kisaran Rp31,2 triliun, dengan penjualan didominasi produk lokal.
Budi menambahkan, berdasarkan pantauan industri, pertumbuhan e-commerce pada 2025 juga masih positif meskipun lebih moderat dibanding masa pandemi.
Budi menyebut kategori yang mendominasi di awal tahun ini umumnya mencakup kebutuhan sehari-hari, produk kesehatan dan kecantikan, serta fesyen, diikuti elektronik dan hobi.
“Sementara itu, konsumen semakin sensitif terhadap harga sehingga promo, gratis ongkir, dan program loyalitas masih menjadi pendorong utama transaksi,” ungkapnya .
Sementara itu, BPS mencatat konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan terbesar ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025, yakni 5,12% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan periode sama tahun lalu.
Kepala BPS Edy Mahmud mengatakan, fenomena shifting belanja dari offline ke online menjadi salah satu motor penggerak konsumsi masyarakat.
“Ada hal yang baru, yang mungkin belum diungkap adanya fenomena shifting belanja secara offline ke online, barangkali belum pernah diungkap. Kita memang mudah melihat fenomena secara langsung atau secara offline. Tapi secara online barangkali cukup sulit untuk dilihat,” kata Edy dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Berdasarkan distribusi dan pertumbuhan PDB menurut pengeluarannya, konsumsi rumah tangga menyumbang 54,25% terhadap PDB kuartal II/2025 dengan pertumbuhan 4,97% YoY. Posisi kedua ditempati Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan distribusi 27,83% dan pertumbuhan 6,99% YoY.
Selanjutnya, ekspor berkontribusi 22,28% dan tumbuh 10,67% YoY, sementara konsumsi pemerintah menyumbang 6,93% namun terkontraksi sebesar -0,33% YoY.