Bisnis.com, JAKARTA — Ambisi Presiden Prabowo Subianto untuk membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak lagi defisit pada 2028 dinilai akan sulit tercapai.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa untuk menekan defisit, pemerintah salah satunya harus meningkatkan penerimaan pajaknya dengan optimal. Hal tersebut dapat ditempuh dengan mengenakan pajak yang cukup tinggi kepada masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah juga harus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pendapatan pajak yang diperoleh.
"Apakah kemudian masyarakat siap dipajakin untuk mengejar target defisit 0%? Saya kira secara politik itu tidak populer. Kalau misalnya pajaknya besar dan tingkat kesejahteraannya tidak naik, saya kira cukup sulit," kata Yusuf saat ditemui di kantor Bisnis Indonesia, Jakarta pada Jumat (15/8/2025).
Yusuf melanjutkan, melihat dari komponen penyumbang pajak, sektor-sektor yang pertumbuhan pemungutannya tinggi dalam beberapa tahun terakhir justru memiliki kontribusi yang relatif minim. Dia menuturkan, karakteristik ini kebanyakan terlihat pada sektor-sektor jasa.
Sebaliknya, sektor yang kontribusi pajaknya besar memiliki pertumbuhan pemungutan yang rendah, seperti manufaktur, perdagangan, dan lainnya.
Baca Juga
"Melihat kondisi tersebut cukup sulit untuk kemudian mencapai target defisit 0%," lanjutnya.
Sebelumnya, dalam pidato penyampaian Nota Keuangan RAPBN 2026 di hadapan DPR, Prabowo menyatakan pemerintah akan terus melaksanakan efisiensi belanja negara secara konsisten.
“Defisit ini ingin kami tekan sekecil mungkin. Adalah cita-cita saya, suatu saat—apakah dalam 2027 atau 2028—saya ingin berdiri di majelis ini, menyampaikan bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali,” ujar Prabowo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Orang nomor satu di Indonesia itu menjelaskan, salah satu untuk mewujudkan APBN tanpa defisit itu yaitu dengan melakukan efisiensi anggaran seperti yang sudah diinstruksikannya sejak awal 2025.
Adapun RAPBN 2026 sendiri memproyeksikan defisit sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit itu karena belanja negara lebih besar dari pendapatan negara.