Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan AS Scott Bessent menegaskan Washington puas dengan kebijakan tarif terhadap China, sinyal bahwa Presiden Donald Trump ingin menjaga stabilitas hubungan dagang jelang berakhirnya gencatan pada November.
Dalam wawancara dengan Fox News, ketika ditanya kapan akan terlihat kemajuan negosiasi dan apakah AS membutuhkan perjanjian dagang karena perkembangan tarif, Bessent menegaskan, pihaknya "sangat senang” dengan situasi tarif bersama China. Dia menilai saat ini status quo berjalan cukup baik.
China adalah penyumbang terbesar dalam penerimaan tarif — jadi kalau tidak rusak, jangan diperbaiki. Kami telah melakukan pembicaraan yang sangat baik dengan China. Saya kira kita akan bertemu lagi sebelum November," ujarnya dikutip dari Bloomberg, Rabu (20/8/2025).
Pernyataan Bessent mengindikasikan bahwa ketegangan antara kedua negara tetap mereda, membuka peluang bagi Trump untuk bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.
Pemerintahan Trump belakangan meredam nada konfrontatif terhadap Beijing guna membuka jalan bagi pertemuan tingkat tinggi dan kesepakatan dagang. Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebut pertemuan antara kedua pemimpin besar kemungkinan terjadi, meski belum ada tanggal yang ditetapkan.
Pekan lalu, Trump memperpanjang jeda kenaikan tarif atas barang-barang China selama 90 hari hingga awal November, langkah yang menstabilkan hubungan dagang dua ekonomi terbesar dunia itu.
Kesepakatan tersebut dimungkinkan setelah AS dan China menyetujui pengurangan kenaikan tarif balasan dan pelonggaran pembatasan ekspor magnet tanah jarang serta sejumlah teknologi.
Lembaga pemeringkat S&P Global Ratings menilai penerimaan tarif Trump akan membantu meredam tekanan fiskal akibat pemangkasan pajak, sehingga AS bisa mempertahankan peringkat kreditnya.
Meski demikian, perselisihan dagang dengan China tetap menimbulkan tekanan. Presiden American Soybean Association, Caleb Ragland, dalam suratnya kepada Trump pada Selasa menyebut petani kedelai AS berada di ambang “jurang perdagangan dan keuangan” dan tidak akan mampu bertahan jika perang dagang berlangsung lebih lama.
Di sisi lain, pemerintahan Trump berencana meningkatkan pengawasan terhadap impor baja, tembaga, litium, dan material lain dari China untuk menegakkan larangan AS terhadap barang yang diduga dibuat dengan kerja paksa di Xinjiang.
Langkah ini sejalan dengan agenda perdagangan Trump yang lebih luas, yakni menekan defisit perdagangan AS dengan China sekaligus mendorong Beijing mengendalikan pengiriman fentanyl dan bahan prekursor.
Awal bulan ini, Trump juga menggandakan tarif barang India menjadi 50% sebagai “hukuman” atas pembelian minyak murah dari Rusia, yang menurutnya membantu mendanai perang Presiden Vladimir Putin di Ukraina.
Kekhawatiran sempat muncul bahwa AS akan menargetkan negara lain — mengingat China adalah pembeli terbesar minyak mentah Moskow — namun sejauh ini India menjadi satu-satunya ekonomi besar yang terkena tarif sekunder tersebut.
Bessent membela keputusan pemerintah tidak memberlakukan tarif sekunder terhadap China dalam wawancara dengan CNBC International. Dia mengatakan India baru meningkatkan pembelian minyak Rusia setelah invasi penuh Kremlin ke Ukraina pada 2022.