Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mentan Tak Khawatir Beras Premium Langka di Pasaran, Ini Alasannya

Mentan yakin beras premium tak langka karena kapasitas penggilingan padi Indonesia masih mencukupi, meski penggilingan kecil terancam oleh persaingan harga
Stok beras Premium di gerai ritel - BISNIS/Alifian Asmaaysi.
Stok beras Premium di gerai ritel - BISNIS/Alifian Asmaaysi.
Ringkasan Berita
  • Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa kelangkaan beras premium tidak akan mengganggu kondisi perberasan nasional karena kapasitas penggilingan padi di Indonesia masih mencukupi.
  • Penggilingan padi kecil menghadapi persaingan ketat dari penggilingan besar yang mampu membeli gabah dengan harga lebih tinggi dan menjual beras premium meskipun kualitasnya tidak sesuai standar.
  • Ombudsman menemukan bahwa beberapa penggilingan padi kecil tutup akibat persaingan dan ketakutan menjalankan usaha, serta stok beras di penggilingan semakin menipis karena kasus beras oplosan.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan kelangkaan beras premium tidak akan mengganggu kondisi perberasan di Tanah Air. 

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan kapasitas penggilingan padi di Indonesia masih sangat banyak untuk menggiling gabah petani. Hal ini menyusul adanya kekhawatiran akan beras premium yang langka dan disinyalir menjadi alarm bahaya di perberasan nasional.

“Kita lihat, ada yang mengatakan kalau ini langka [beras] premium, ini berbahaya. Izin Bu Ketua [Titiek Soeharto], itu enggak masalah. Kenapa? Penggilingan [padi] kecil kita itu 161.401 unit,” kata Amran dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

Dia menyampaikan, terdapat 161.401 unit penggilingan padi berskala kecil dengan kapasitas mencapai 116,2 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi padi Indonesia mencapai 65 juta ton gabah kering panen (GKP) setiap tahun.

“Artinya apa? Dengan penggilingan kecil saja, ini masih idle [menganggur] kapasitas yang terpasang yang tidak terpakai,” ujarnya.

Adapun, juga terdapat 7.332 unit penggilingan padi berskala sedang dengan kapasitas 21,1 juta ton per tahun, serta 1.056 unit penggilingan padi besar dengan kapasitas 30, juta ton per tahun.

“Nah sekarang, maaf, menurut pandangan kami, subjektif kami, ini diperparah datang yang [penggilingan] besar dengan [penggilingan] menengah. Yang kecil saja tidak cukup kapasitasnya. Kemudian ditambah yang besar kecil, kapasitasnya kurang lebih 50 juta ton [gabungan penggilingan besar dan sedang],” ungkapnya.

Amran menuturkan bahwa penggilingan kecil masih beroperasi saat panen raya. Namun, saat rendeng atau musim paceklik, hasil panen hanya di kisaran 30–35%.

Adapun, fakta yang terjadi di lapangan, Amran menuturkan bahwa penggilingan besar mampu membeli gabah dengan harga yang lebih tinggi dari penggilingan kecil. Kondisi ini membuat penggilingan kecil tak mampu berkompetisi.

“Di lapangan yang terjadi adalah kalau yang [penggilingan] kecil, yang [penggilingan] besar datang membeli, yang [penggilingan] kecil [gabah] naik Rp6.700 [per kilogram], yang besar membeli sampai Rp7.000 [per kilogram],” tuturnya.

Dia menerangkan, penggilingan besar mampu menjual beras dengan kualitas premium, meski yang dijual tak sesuai standar mutu dan kualitas.

“Kenapa? Karena pabriknya efisien dan dia [penggilingan besar] menjual [beras] premium, kalaupun nanti di dalamnya itu sebenarnya bukan premium. Itu adalah beras yang broken-nya 30–40%. Dan itu jauh dari standar,” imbuhnya.

Berkaca dari situasi ini, menurutnya, jika pemerintah tak segera melakukan intervensi maka penggilingan kecil akan semakin terpuruk.

“Penggilingan kecil menunggu waktu habis, dan pada saatnya nanti yang [penggilingan] besar ini memonopoli,” sambungnya.

Dia memperkirakan, jika setiap penggilingan kecil mempekerjakan 10 orang, maka ada sekitar 1 juta orang yang kehilangan pekerjaan. “Dan sekarang ada yang mem-framing bahwa banyak pabrik kecil tutup. Tutupnya bukan hari ini, itu sudah 15-20 tahun,” jelasnya.

Sebelumnya, Ombudsman mengungkap sebanyak 10 dari 23 penggilingan padi kecil menutup usahanya imbas adanya kekhawatiran dalam menjalankan usaha perberasan di Indonesia. Penutupan ini menyusul adanya temuan beras yang tidak sesuai mutu dan dijual menjadi beras premium alias beras oplosan.

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menuturkan, temuan itu ia dapatkan saat Ombudsman melakukan uji petik di Kecamatan Tempuran, Karawang dan sekitarnya.

“Ada 23 penggilingan padi di wilayah itu dan 10 [penggilingan padi] sudah tutup sekarang. Apa penyebab tutupnya? Selain persaingan juga karena kondisi yang sekarang terjadi, ada ketakutan,” ujar Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

Selain itu, Ombudsman juga menemukan stok beras di penggilingan padi semakin menipis imbas kasus beras oplosan. Kini, stok beras di tingkat penggilingan padi hanya berkisar 5–10%. Padahal sebelumnya, Yeka menyebut rata-rata stok beras di penggilingan padi biasanya mencapai 100 ton.

Dia mengungkap, stok beras yang semakin menipis di tingkat penggilingan padi lantaran mereka takut dalam menjalankan usaha perberasan. “Kami tanya mengapa seperti ini? Mereka [penggilingan padi] menjawab sama, takut,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro