Bisnis.com, JAKARTA - Pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Nusantara dinilai perlu ada evaluasi ulang, terutama karena belum mampunya fasilitas transportasi yang mampu menopang fungsi ibu kota.
Anggota Komisi VII DPR-RI Bambang Haryo Soekartono menilai perlu adanya peninjauan ulang terkait pemanfaatan IKN di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur demi memastikan IKN yang sekaligus sebagai pusat pemerintahan bisa menggantikan Jakarta.
Menurut pria yang akrab disapa BHS, perlu diketahui, bahwa Jakarta sebagai ibu kota negara dan juga sebagai pusat pemerintahan, setiap harinya dikunjungi kurang lebih, oleh 10 juta penduduk dari seluruh Pulau Jawa, di antaranya dari sekitar Jabotabek kurang lebih 3,5 juta orang per hari ditambah dengan seluruh penduduk Pulau Jawa dari berbagai kota totalnya sekitar 7 juta.
"Saat ini mereka bisa menggunakan berbagai moda transportasi apapun dan bahkan dengan jalan kaki, seperti halnya juga naik sepeda, naik becak, naik kuda, sepeda motor, mobil kereta api dan lain-lain dari berbagai kabupaten kota di seluruh Pulau Jawa," terangnya, dikutip Kamis (21/8/2025).
Namun, bila ibu kota dan pusat pemerintahan ini dipindahkan ke Kalimantan, kata BHS, masyarakat yang berkepentingan langsung ke ibu kota negara menjadi tempat berkumpulnya semua perusahaan besar sebagai pusat perusahaan termasuk BUMN dan DPR (Legislatif) sehingga kepentingan ke perusahaan besar, BUMN, pusat pemerintahan dan DPR akan berpindah ke IKN.
Apabila dianggap yang berkepentingan ke IKN hanya 2 juta penduduk dari yang totalnya sebenarnya di atas 10 juta penduduk yang berkepentingan pasti hanya akan bisa menggunakan transportasi udara dan laut.
Baca Juga
Bila menggunakan transportasi udara tarif di angkutan udara apabila sebesar Rp1,5 juta, masyarakat harus mengeluarkan biaya yang sangat besar mencapai Rp3 triliun per hari dengan asumsi kunjungan 2 juta orang untuk kepentingan transportasi menuju ke IKN.
"Dan bila pulang pergi akan menjadi Rp6 triliun setiap harinya belum lagi akomodasi per harinya dianggap Rp1 juta per orang berarti total untuk Rp2 juta orang yang ke IKN akan bertambah sebesar Rp2 triliun per harinya untuk akomodasi."
Tak pelak, kebutuhan transportasi dan akomodasi menuju pusat pemerintahan di IKN menjadi Rp8 triliun per hari, belum lagi jika dihitung per tahun.
Belum lagi jika 2 juta penduduk yang akan menuju IKN ini akan menggunakan transportasi udara.
Bila asumsi total semua pesawat yang ada di Indonesia yang saat ini beroperasi sebanyak 450 pesawat dengan kapasitas 200 penumpang, maka jika semua pesawat dipindahkan ke jalur Pulau Jawa ke IKN saja hanya dapat menampung 90.000 penumpang setiap ritase.
Padahal lanjutnya, dalam satu hari hanya bisa maksimum empat ritase PP dalam 24 jam karena perjalanan sekitar 2 jam berarti daya tampung penumpang hanya 360.000 penumpang dalam 1 hari padahal kita butuh untuk menampung 2 juta orang. “Terus, mau ditampung dimana lagi?” tanya BHS
Apalagi, kapasitas Bandara Sultan Aji Balikpapan sangat terbatas dimana bandara ini hanya mampu menampung 30 parking stand pesawat dengan kapasitas maksimum tidak lebih dari 45.000 penumpang per hari.
Sedangkan, bandara IKN hanya bisa menampung 600 penumpang per hari karena kapasitasnya sangat kecil tidak mungkin bisa menampung keinginan publik dengan menggunakan transportasi udara apalagi transportasi laut sangat terbatas dan membutuhkan waktu berhari hari dalam sekali pelayaran.
Menurutnya, jangan sampai rakyat Indonesia dipersulit dengan adanya kebijakan pembangunan IKN dari pemerintahan periode yang lalu.
"Diharapkan pemerintah segera mengevaluasi dan mengkaji secara cermat dan segera memutuskan langkah terbaik untuk hal ini, agar rakyat tidak dikorbankan demi untuk kepentingan pembangunan IKN sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan yang bisa menyulitkan dan menyengsarakan rakyat," terangnya.