Bisnis.com, JAKARTA — Tugas tambahan Perum Bulog untuk menyerap 1 juta ton setara beras untuk cadangan beras pemerintah (CBP) hingga akhir 2025 menuai sorotan.
Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengatakan saat ini Bulog mendapatkan penugasan untuk menyerap 3 juta ton setara beras hingga akhir 2025.
Adapun, realisasinya telah mencapai 2,8 juta ton gabah setara beras. Ini artinya, masih kurang 200.000 ton gabah setara beras yang harus diserap Bulog.
Namun, Ketut menyampaikan bahwa pengusaha penggilingan padi mengusulkan agar Bulog berhenti menyerap gabah petani agar pasar tetap stabil dan tidak terganggu.
Menurut Ketut, sisa serapan 200.000 ton gabah setara beras itu tidak akan berdampak pada surplus yang ada di gudang Bulog.
“Namun, kalau hanya menyerap 200.000 [ton] mungkin tidak akan berpengaruh dengan kondisi surplus yang ada,” kata Ketut dalam Diskusi Publik bertajuk Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Baca Juga
Adapun, Ketut menyatakan bahwa Bulog hingga saat ini belum ada instruksi untuk menambah 1 juta ton gabah setara beras.
“Perintah untuk menambah 1 juta lagi belum ada, sehingga yang harus dikerjakan baru adalah perintah penyerapan 3 juta ton. [Untuk menyerap gabah] 200.000 [ton] lagi rasanya tidak mengganggu percepatan produksi yang ada sekarang,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori justru menilai sebanyak 200.000 ton gabah setara beras itu akan diperebutkan pengusaha penggilingan padi di pasar.
Apalagi, ungkap dia, jika Bulog resmi didapuk menambah tugas untuk menyerap 1 juta ton gabah setara beras di tahun ini. Khudori khawatir, tambahan tugas itu akan membuat situasi menjadi lebih runyam.
“Meskipun [penyerapan Bulog] tinggal 200.000 ton, penggilingan itu ya berebut di pasar. Apalagi nanti kalau ternyata rencana menambah target pengadaan 1 juta ton itu betul-betul direstui, direalisasikan. Itu situasinya akan semakin runyam. Jadi menurut saya rencana menambah target penyerapan beras Bulog 1 juta ton itu jangan dilakukan,” kata Khudori.
Terlebih, Khudori menyebut keberadaan maklon Bulog —mitra pengolahan gabah atau padi yang bekerja sama dengan Bulog untuk mengubah gabah kering panen (GKP) menjadi beras— hampir bisa dipastikan adalah salah satu penyebab harga gabah melambung.
Untuk itu, dia mengusulkan agar maklon Bulog dihentikan, lantaran berkontribusi besar membuat harga gabah tinggi.
“Kenapa? mereka tetap bisa bekerja, mitra-mitra maklon bulog ini tetap bisa bekerja meskipun harga gabah Rp7.500–Rp8.000 per kilogram, enggak masuk akal menurut saya,” ucapnya.
Khudori menilai, jika maklon Bulog tak segera dihentikan, maka keinginan pemerintah untuk menekan harga gabah tak akan terealisasi secara optimal.